Jakarta

Indonesia kembali dibuat ramai. Hal ini lantaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu meneken Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang secara spesifik mengesahkan penanaman modal untuk minuman beralkohol. Persoalan tersebut menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat, khususnya ormas Islam, MUI, dan partai politik.

Ketua Umum PBNU misalnya, atas nama organisasi menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ditetapkannya Perpres tersebut. Menurutnya, hal tersebut sudah masuk kategori penyimpangan yang dilarang oleh agama sebagaimana yang termaktub dalam Alquran Surah Al-Baqarah: 195.

Demikian pula dengan ormas Islam besar lainnya, seperti Muhammadiyah. Sebagaimana diungkapkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti bahwa banyak aspek yang harus dipertimbangkan pemerintah dalam memutuskan legalisasi investasi miras tidak hanya pertimbangan ekonominya saja, melainkan juga kesehatan, sosial, dan moral bangsa.

Senada dengan kedua organisasi di atas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menanggapinya dengan hal serupa. Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Ni’am menegaskan bahwa MUI tetap berkomitmen untuk menolak legalisasi miras dan mendesak pemerintah untuk segera mencabutnya.

Dalam hal ini, tampaknya partai politik juga satu suara. Mereka secara terang-terangan menolak Perpres tersebut. PKB, PPP, Partai Demokrat, PKS kemudian disusul PAN adalah di antaranya. Bahkan Wakil Ketua MPR juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali regulasi tersebut dengan matang.

Tampaknya masukan-masukan tersebut didengar oleh Presiden Joko Widodo. Senin (2/3) ia mencabut lampiran Perpes Nomor 10 Tahun 2021 tentang pembukaan investasi baru industri miras yang mengandung alkohol. Ia menegaskan landasan pencabutan Perpres tersebut adalah masukan dari ulama MUI, NU, dan Muhammadiyah. Juga masukan dari provinsi dan daerah.

Sikap Presiden Joko Widodo tersebut kiranya sangat beralasan dan mendasar. Dalam pandangan saya, demikianlah yang seharusnya dilakukan. Ormas-ormas Islam dan partai politik sejatinya menjadi wakil besar masyarakat Indonesia dalam menolak dan mendesak Presiden untuk mencabut Perpres tersebut.

Persoalan ini semoga dapat membuka mata kita untuk jernih dalam melihat dan cerdas dalam berpikir. Demikian pula dengan pemerintah. Menurut saya, terdapat beberapa hal yang sangat perlu ditekankan pengaplikasiannya agar hal serupa tidak kembali terjadi.

Pertama, dalam setiap regulasi hendaknya melibatkan ahli atau pakar tertentu di bidangnya. Polemik Prepres ini mungkin saja tidak terjadi apabila pemerintah melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam membuat rancangan regulasinya.

Kedua, memperluas sudut pandang dalam menilik suatu kebijakan. Pertimbangan sudut pandang ini kiranya sangat penting sebelum wacana regulasi diputuskan. Hal ini tentunya bukan perkara baru dalam persoalan peraturan, tetapi jika tidak optimal dalam pengaplikasiannya hanya akan menjadi pajangan belaka.

Ketiga, kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama dari setiap kebijakan. Kebijakan seyogianya sedapat mungkin menyentuh titik standar kesejahteraan seluruh lapisan elemen bangsa. Hal tersebut dimaksudkan agar pemerataan kesejahteraan bukan hanya sebatas tradisi verbal, melainkan juga fakta sosial.

Dengan menekankan optimalisasi ketiga poin penting di atas, setidaknya setiap regulasi benar-benar layak disebut sebagai regulasi yang mengatur masyarakat untuk melaksanakan nilai-nilai baik yang termaktub dalam Undang-Undang.

Dalam hal ini tugas pemerintah menjadi ganda. Di satu sisi sebagai pihak yang bertugas menjabarkan regulasi. Di sisi lain, mereka juga sebagai masyarakat yang harus menaati regulasi yang telah dibuatnya. Sementara tugas masyarakat lebih sederhana, yaitu menjalankan regulasi sebaik mungkin. Karenanya, produk aturan harus benar-benar dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

Simak video ‘Lika-liku Perpres Investasi Miras dan Lampiran yang Dicabut Jokowi’:

[Gambas:Video 20detik]

(mmu/mmu)

Artikel sebelumyaLampiran Investasi Miras Dicabut, Pemprov Sulut Semangati Pengolah Cap Tikus
Artikel berikutnyaMenelusuri Sejarah Industri Miras di RI yang Kata Bahlil Ada Sejak 1931

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here