Hidayatullah.com–Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membuka peluang untuk diusulkannya KKB dan OPM menjadi organisasi teroris. Usulan disampaikan hari Senin, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, dan akan diteruskan dalam ajakan diskusi bersama Komnas HAM serta perwakilan di DPR RI.

Menanggapi hal ini, Dr. Filep Wamafma, Senator Papua Barat angkat bicara. Menurutnya, Pemerintah memang memiliki kewenangan berdasarkan kekuasaan dan peraturan perundang-undangan, untuk menentukan suatu kebijakan terkait keamanan dan ketertiban di wilayah NKRI.

Namun, Ia kembali menekankan bahwa kerusuhkan dan kekacauan di Papua adalah persoalan kompleks. Menurutnya, kekecewaan masyarakat bukan hanya pada OPM tapi pada pelaku pelanggaran HAM yang juga dilakukan oleh oknum aparat negara.

“Menurutnya saya, fokus pemerintah yang utama adalah penuntasan sejumlah kasus pelanggaran terhadap warga sipil di Papua. UU HAM dan Peradilan HAM menuntut diselesaikannya berbagai pelanggaran HAM di Papua yang dilakukan atas nama penegakan keamanan dan ketertiban di Papua,” katanya. “Jadi fokus negara tidak sekadar menetapkan KKB/OPM sebagai teroris. Yang utama dan yang pertama ialah berkewajiban menuntaskan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oknum-oknum militer terhadap warga sipil sebagaimana hasil temuan KOMNAS HAM dan pihak-pihak lain misalnya dari agama, adat, dan lembaga internasional,” tambah Filep Wamafma.

Ia menilai mindset Pemerintah RI saat ini tidak berubah. Menurutnya usaha pemerintah melakukan tekanan terbukti gagal sejak lama.

“Titik tekannya adalah Pelanggaran HAM yang terjadi sudah sejak puluhan tahun. Itu yang seharusnya diselesaikan. Dari dulu kita usulkan pendekatan dialog,” ujar Filep.

Filep melanjutkan bahwa pemerintah harus membuka mata dan memikirkan semua hal tersebut. Perspektif yang diambil menurutnya harus dari dua pihak, bukan sekadar dari cara pandang Pemerintah saja.

“Secara teoritis, harus ada keadilan sebagai kejujuran, justice as a fairness, supaya jangan ada persoalan baru lagi di mana warga sipil menjadi korban akibat pengambilan kebijakan sebagaimana usulan BNPT tersebut,” tambahnya lagi.

Filep menyebut bahwa upaya diplomasi pernah berhasil di era almarhum Gusdur. Menurutnya, Gus Dur telah menunjukkan contoh yang patut dengan membuka ruang dialog yang egaliter, sehingga mampu menggugah rasa cinta Orang Papua terhadap Pemerintah. Filep menyebut bahwa era tersebut bisa menjadi acuan Pemerintah dalam mengambil kebijakan.

“Belajarlah juga pada Soekarno yang melakukan diplomasi cerdas, berjumpa dengan tokoh-tokoh yang mencari keadilan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan yang menunjukkan kewibawaan Pemerintah,” kata Filep.

Akhirnya sebagai Senator Papua Barat, Filep mempertanyakan semua janji Presiden di berbagai forum, terkait penuntasan pelanggaran HAM di Papua. Menurutnya, janji-janji tersebut hanya berjalan di tempat.

“Bagaimana rakyat bisa percaya pada Pemerintah bila semua janji tersebut tidak ditepati? Apa gunanya semua rekomendasi lembaga-lembaga independen di bidang HAM terhadap Pemerintah, bila semua hanya berpikir soal pendekatan represif? Jika warga sipil terutama Orang Papua menjadi korban dalam kebijakan selanjutnya, maka sebaiknya dibuka ruang dialog yang bermartabat agar keadilan itu lebih berdampak kepada masyarakat sipil,” tutup nya.*

Rep: Ahmad
Editor: Bambang S

Artikel sebelumyaSoal 92 Rekening FPI yang Diblokir PPATK, Polri Belum Temukan Transaksi Kejahatan
Artikel berikutnyaAmnesty International Indonesia Tolak Wacana KKB Papua Didefinisikan Sebagai Organisasi Teroris

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here