Kabareskim Polri Komjen Agus Andrianto mengeluarkan surat telegram yang mengintruksikan agar jajarannya untuk menindak tegas pinjaman online (pinjol) ilegal yang telah meresahkan masyarakat. Menurut Agus, penindakan ini bekerja secara simultan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun sejumlah kasus telah berhasil ditangani oleh pihak kepolisian. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bekerja sama berantas 3.194 pinjaman online (Pinjol) ilegal. Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan saat ini OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah memblokir 3.193 pinjaman online (pinjol) ilegal yang sebagian besar memanfaatkan data pribadi nasabah untuk keperluan penagihan dengan mengintimidasi. Bagaimana pinjol beraksi? Kasus-kasus criminal apa saja yang mereka lakukan? Bagimana modusnya? Apa tindakan Polri untuk memberantasnya? Apa solusinya?

Jakarta, 22 Juni 2021 – “Hasil penyidikan yang berjalan tentu untuk membuka jaringan dan keterkaitan antar penyedia pinjol ilegal,” kata Agus, Minggu (20/6/2021). Selain itu, tidak sedikit masyarakat yang terjebak pinjol ilegal karena rata-rata oknum terkait tidak meminta persyaratan yang ketat untuk menggaet nasabah. “Meski demikian, konsekuensi dari pinkol ilegal amat berbahaya. Stop meminjam dari pinjol ilegal,” tulis akun Instagram @ojkindonesia seperti dikutip Selasa (22/6/2021). Pemberantasan ribuan pinjol ilegal ini dilakukan demi membuka jaringan antaroknum pelaku pinjol. Bareskrim akan berkoordinasi dengan OJK sehingga hasil penyidikan yang berjalan akan membuka jaringan dan keterkaitan antara penyedia jasa pinjol ilegal. Kabareskrim Polri mengatakan arahan pemberantasan pinjol ilegal ini telah diberikan kepada seluruh daerah di Indonesia agar pendidikan lebih mudah dilakukan per wilayahnya. “Bareskrim tidak akan menunggu laporan korban terlebih dahulu dalam membasmi pinjol ilegal,” ucapnya.

Kabareskrim Polri menjelaskan pemberantasan pinjaman online nantinya tidak hanya terfokus di pusat. Polda-Polres di daerah juga diminta untuk ikut mengusut kasus pinjol yang ada di Indonesia. “Input kita sampaikan kepada wilayah untuk juga membantu melakukan penindakan,” ungkapnya. Ia menambahkan penindakan hukum pinjaman online ilegal juga dinilai tidak perlu menunggu adanya laporan dari masyarakat. Jika dianggap meresahkan, pihak kepolisian bisa langsung melakukan penindakan. “Ini bukan delik aduan, maka karena (Pinjol) meresahkan tidak perlu menunggu laporan,” tukasnya. Berdasarkan data Polri, hanya ada 1.700 pinjaman online yang terdaftar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu, diperikirakan masih ada 3.000 pinjol ilegal atau yang tak terdaftar resmi oleh negara. Pinjol-pinjol inilah yang kerap menelan banyak korban. Tak hanya materil, banyak korban yang mengalami tindakan yang tak menyenangkan oleh pinjol ilegal tersebut. Di antaranya, ada foto korban yang diedit dengan foto yang berbau pornografi ataupun korban yang pernah difitnah di media sosial.

Waspada Tipu Daya Pinjol Ilegal

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono, mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai tipu daya yang dilancarkan pelaku pinjol ilegal.
Seringkali mereka menerapkan bunga pinjaman yang besar dan tidak sesuai dengan perjanjian awal, hingga sistem penagihan utang pinjol ilegal yang meresahkan.

Saat ini, kata Rusdi, Bareskrim Polri Tindak Pidana Ekonomi Khusus juga tengah menindak Rp Cepat yang menjalankan praktik pinjol online. Rp Cepat ini dioperasikan oleh PT Sountheast Century Asia. “Modus Rp Cepat ini memberikan iming-iming bunga ringan sekitar 7%, kemudian tenor panjang antara 91-100 hari dengan proses yang cepat,” ungkap Rusdi Hartono dalam webinar “Mencari Solusi Penanganan Pinjaman online ilegal” yang digelar Majalah Investor, Senin (21/6/2021).

Dari pengakuan salah satu korban Rp Cepat berinisial HJ, Rusdi mengungkapkan awalnya dia melakukan pengajuan pinjaman sebesar Rp 1.250.000 untuk kebutuhan sehari-hari. Namun kemudian yang disetujui hanya Rp 500.000. Ketika pinjaman tersebut ditransfer ke nomor rekening korban, yang ditansfer juga hanya Rp 295.000. “Timbul permasalahan ketiga perjanjian bahwa tenggang waktu tenor itu antara 91-100 hari, kenyataannya di hari ke-10 sudah mulai ada penagihan-penagihan. Bunganya pun tidak 7%, tetapi menjadi 41%,” ungkap Rusdi.

Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Namun, ada pula dua warga negara asing yang masih menjadi buronan. Adapun kelima tersangka itu adalah, EDP, BT, ACJ, SS dan MRK. Sementara dua orang WNA yang telah diminta pencekalan ke Ditjen Imigrasi adalah, XW dan GK. Lebih lanjut, dia menuturkan Rp Cepat adalah pinjaman online yang berada di naungan PT Southeast Century Asia (SCA). Perusahaan ini tak terdaftar di dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kami menginformasikan kepada masyarakat bahwa aplikasi Rp Cepat ini tidak ada izinnya, secara legalitas, perusahaan ini tidak ada izinnya. Kami berhasil mengecek ke OJK, langsung,” tukasnya. Sedangkan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengingatkan adanya bahaya pencurian data pribadi melalui aplikasi pinjam online (Pinjol) ilegal yang tak terdaftar Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Aplikasi tersebut (pinjol ilegal) di dalamnya terdapat permintaan untuk dapat mengakses data (seluruh) milik korban,” ujar Dirtipideksus Bareskrim Brigjen Helmy Santika dalam keterangannya, Minggu (20/6/2021).

Ia menyatakan proses pencurian data pribadi itu terjadi saat adanya pengajuan pinjaman ke aplikasi tersebut. Dari sistem aplikasi itu, nantinya data-data pribadi korban bisa diambil untuk hal yang tak bisa dipertanggungjawabkan. “Secara aplikasi memberikan persetujuan untuk data ditarik oleh penyedia pinjol,” ungkap dia.Lebih lanjut, Helmy menuturkan data pribadi ini juga biasanya digunakan para pinjol ilegal untuk menagih pembayaran kepada para korbannya. Jika korban tak mau bayar dengan bunga yang diajukan pinjol ilegal ini, maka para korban akan mendapatkan berbagai macam ancaman. “Bila macet mulailah bagian penagihan melakukan tindakan seperti membully sampai dengan pencemaran nama baik yang dikirimkan ke seluruh kontak termasuk medsos ke nasabah tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, Kasubdit V Dit Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Ma’mun menyebut para pelaku melancarkan aksi kejahatannya dengan cara berpindah-pindah tempat. Terakhir, mereka juga sempat menyewa sebuah rumah di daerah Jakarta Barat sebagai kantor Rp Cepat. Tempat ini juga menjadi lokasi penangkapan kelima tersangka. “Dari awal yang di ruko pindah ke rumah sewaan. Kami gerebek rumah sewaannya dan kami dapatkan lima orang di belakang ini,” ujar dia. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 30 Jo Pasal 46 dan/atau Pasal 32 Jo Pasal 48 UU Nomor 19 tahun 2016 Tentang ITE dan/atau Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 atau Pasal 10 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.

Seperti Preman

Wakil Direktur Tipideksus Kombes Pol Whisnu Hermawan Februanto mengatakan pinjol bodong alias ilegal dianggap juga merupakan kasus yang meresahkan masyarakat seperti premanisme. Menurut Whisnu, kasus pinjaman online ilegal menjadi salah satu perkara yang menjadi fokus Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Harapannya, tak ada lagi korban yang terjerat dengan pinjol bodong. Kasus lainnya yang berdampak buruk pada pelanggan adalah untuk melunasi pinjaman pinjol, seorang kuli bangunan yaitu Edi Santoso nekat mencuri. Sebanyak 13 masjid dan musala di kawasan Sidoarjo dan Surabaya, Jawa Timur menjadi sasaran pria yang berusia 38 tahun tersebut. “Inilah hal-hal yang menjadi perhatian Polri untuk bisa mengungkap perkara-perkara yang meresahkan masyarakat. Sama seperti disampaikan kemarin, kasus Preman. Ini kasus Pinjol pun juga meresahkan masyarakat,” kata Whisnu.

Ia menuturkan banyak korban yang mengaku diperas hingga mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan usai meminjam di aplikasi pinjol ilegal. Beberapa korban bahkan diteror dengan edita foto-foto pornografi. “Ada beberapa korban yang hanya meminjam uang beberapa ribu saja, kemudian diteror dengan foto-foto yang vulgar dengan menginformasikan ke teman-temannya, keluarganya, bahkan sampai ada yang stres akibat pinjaman yang tidak benar ini,” ujar dia. Atas dasar itu, ia memastikan pihak kepolisian akan terus memburu pinjol-pinjol ilegal yang melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum. Dia meminta para korban juga dapat melaporkan kejadian tersebut ke polisi. “Mudah-mudahan kasus-kasus ini tidak ada lagi dan polri bisa mengungkap sebanyak-banyaknya perkara tersebut,” tukasnya.

Ia memastikan pihak kepolisian akan terus memburu pinjol-pinjol ilegal yang melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum. Dia meminta para korban juga dapat melaporkan kejadian tersebut ke polisi. “Silakan laporkan kepada polisi terdekat. Karena semua reserse yang ada di Indonesia ini sudah paham dan memahami dengan arahan Kabareskrim terkait pengungkapan kasus pinjol tersebut. Sehingga mudah-mudahan kasus ini tidak ada lagi dan Polri bisa mengungkap sebanyak-banyaknya perkara tersebut,” tukas dia.

Korban Jebakan Pinjol Ilegal

Tragedi akibat praktik pinjol ilegal belum akan menemui episode akhir. Korban yang mengaku menderita dan merasa terjebak sudah tidak terhitung lagi. Namun, setali tiga uang dengan lemahnya peran pemerintah, masyarakat pun belum mampu bertobat secara sempurna. Perencana keuangan, Tejasari Asad, mengakui ada banyak kliennya yang mengadu telah terjerumus praktik pinjaman online. Dengan bercerita, mereka bermimpi bisa menemukan jalan keluar yang seketika. Dalam beberapa kasus, kliennya ada yang mengoleksi hingga 50 aplikasi pinjaman online di ponselnya. Ini sebagai gambaran kasus pinjamannya sudah menggurita di mana-mana. “Ada yang sampai mengaku pinjam dari 50 aplikasi. Banyak juga aplikasi ilegal, tapi mereka tidak peduli. Saya yakin ini hanya puncak gunung es, sebatas yang mau diskusi. Tapi, yang diam jumlahnya pasti lebih besar,” ujar Tejasari saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Menurut analisis sederhananya, ada berbagai tipe masyarakat menggunakan pinjaman online bodong. Beberapa yang berkonsultasi ada yang terpaksa karena harus membiayai orang tua, saudara, dan keluarganya. Mereka sering disebut sebagai sandwich generation. Namun, ada juga menganggap pinjaman online sebagai rezeki dan bisa dipakai tanpa peduli risiko di belakangnya. “Ada yang santai saja. Mereka merasa berhak dapat uang tersebut. Tidak sedikit mereka kalangan mampu atau level menengah atas. Gajinya Rp10 juta ke atas. Seharusnya mereka sudah berkecukupan, ternyata tidak,” ujarnya. Dia mengkhawatirkan semakin banyak juga orang yang beritikad buruk dan sekadar memanfaatkan peluang pinjaman online bodong. Mereka paham batasan penyedia ilegal itu dan mencoba mengambil untung. Biasanya, mereka sengaja menyiapkan ponsel khusus untuk meminjam melalui aplikasi. “Mereka tutup mata saja karena yakin bisa lolos dari kejaran debt collector. Biasanya, mereka baru selamat bila OJK menutup aplikasi tersebut. Tapi, kebiasaan seperti itu sudah menjadi kecanduan dan sulit dihilangkan,” ujarnya.

Dalam beberapa kasus kliennya, dia menemukan pasangan yang sampai berpisah. Pihak istri terjebak pinjaman dalam jumlah besar baru mengaku belakangan kepada suaminya saat sudah genting. Namun, juga tidak sedikit nyaris bercerai karena tidak terbuka dalam urusan keuangan. “Banyak yang mulai mencoba meminjam karena gaya hidup yang salah. Itu sangat keliru karena meminjam tujuannya konsumtif dan bunganya juga sangat tinggi. Tidak benar seperti itu,” ujarnya.

Dalam kasus pinjaman online, dirinya tidak akan pernah memberikan saran itu kepada orang yang awam. Terlebih bagi klien yang punya hobi belanja. Kerap kali orang akan menjadi candu setelah pertama merasakan. Bagi yang sudah terjebak, dia akan menyarankan untuk menyelesaikan secepatnya. “Bila sudah sangat besar jumlahnya, sebaiknya cari penyelesaian dengan sumber dana dari pihak keluarga. Itu salah satu opsi terbaik. Bila belum pernah, jangan sekalipun mencoba,” ujarnya. Sedangkan penasihat keuangan lainnya yaitu Eko Endarto, juga menilai ada beberapa tipe masyarakat yang meminjam pada pinjaman online bodong. Menurutnya, ada beberapa kemungkinan. Pertama, karena tidak mengetahui dan kurang informasi. Kedua, sangat butuh dan aksesnya terbatas selain pada pinjaman online. Tapi, ada juga untuk beberapa orang yang menganggap ini sebagai hal tidak masalah. Karena baginya, teror hanya via online dan tidak akan sampai ke ranah hukum. “Buat yang seperti ini, tipe orang yang suka spekulasi dan memang sudah biasa. Mungkin sebelumnya sudah pernah bermasalah dengan kartu kredit atau leasing. Jadi, kalau dengan fintech pun tidak ada masalah bai mereka,” ujar Eko.

Kenali Ciri-ciri Penipuan Pinjol Ilegal
Tak bisa dipungkiri kalau sekarang ini zamannya sudah serba online. Bukan hanya belanja, bayar tagihan dan pajak saja, Anda yang sedang membutuhkan uang juga bisa mendapatkannya secara online, yaitu dengan mengakses layanan pinjaman online atau pinjol di fintech p2p lending menggunakan ponsel dan tanpa batas waktu yang ditentukan sehingga Anda bisa bebas mengakses layanan tersebut kapan dan dimana saja. Selain aksesnya yang mudah, penyelenggara p2p lending juga memberikan persyaratan kepada para calon nasabahnya tidak ribet. Pada umumnya hanya menggunakan kartu identitas, NPWP, dan rekening bank milik pribadi yang telah berjalan minimum tiga bulan berjalan.

Kemudahan itulah yang membuat tak sedikit orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kondisi tersebut dengan melakukan penipuan berkedok pinjol. Cerdasnya mereka adalah untuk menggaet korbannya tidak hanya dilakukan melalui telepon atau pesan singkat saja, tapi mereka juga menggunakan media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat, yakni facebook dan Instagram.

Berbagai macam cara mereka lakukan mulai dari rayuan iming-iming yang menggiurkan melalui pesan singkat di media sosial, whatsapp, telepon menjadi senjata utama mereka. Meski pihak OJK sudah menghimbau untuk tidak mudah percaya pada penawaran tersebut, tapi tetap saja hingga kini masih ada orang yang melapor karena uangnya telah raib dibawa kabur pelaku. Bila Anda butuh pinjaman dana cepat cair tetaplah waspada jangan sampai menjadi korban penipuan selanjutnya. Untuk itu, kenali dan ingatlah ciri-ciri modus penipuan pinjol di media sosial berikut ini:

Adanya Penawaran Produk yang Memaksa

Untuk mengajukan pinjaman sejumlah dana, biasanya si peminjam akan melakukannya melalui website atau sebuah aplikasi yang disediakan oleh penyelenggara. Bahkan hampir semua proses dilakukan pada kedua media tersebut. Terkecuali bila ingin menanyakan informasi lebih lengkap mengenai layanan pinjol yang ditawarkan, maka Anda akan menghubungi pihak pinjol yang dituju dan pihak pinjol hanya akan memberikan jawaban dari pertanyaan yang Anda berikan dengan jelas.

Beda halnya dengan pinjol abal di media sosial. Mereka menawarkan produk dana cepat cair melalui pesan singkat di akun media sosial hingga telepon. Dalam penawaran tersebut, pihak pinjol abal tidak memberikan penjelasan produk pinjamannya secara rinci dan yang mereka sampaikan hanya iming-iming manis saja. Ketika follow up mereka akan bersikap memaksa agar calon peminjam mau menyetujui penawarannya.

Tidak Berlakukan Persyaratan.

Pinjol p2p lending ini membuka akses bagi mereka yang sedang membutuhkan dana tapi tidak bisa mengakses layanan perbankan tapi layak untuk kredit. Meski begitu, bukan berarti para calon nasabah bisa dengan bebas mengakses pinjaman begitu saja sebab tetap ada syarat yang telah ditentukan pihak penyelenggara pinjol.

Hal inilah yang sering kali membuat calon peminjam merasa takut karena ada persyaratan yang tidak bisa dipenuhinya. Dengan begitu, munculah pinjol abal di media sosial yang menawarkan dana cepat cair tanpa embel-embel syarat apapun atau hanya menyerahkan nomor telepon yang dapat dihubungi dan nama pribadi saja.

Menerapkan Uang Muka.

“Saya yang mau pinjam uang kok, malah saya yang diminta uang sekian rupiah”. Perlu diingat, setiap pihak pinjol memang akan meminta uang kepada calon peminjam untuk biaya administrasi yang nantinya akan digunakan untuk materai dan keperluan lainnya saja. Itu pun nilai uangnya tak seberapa. Pihak pinjol abal pun sama akan meminta uang, tapi bedanya dalam jumlah yang sangat banyak bisa mencapai jutaan, tergantung dari jumlah pinjaman yang akan diajukan. Misalnya saja, butuh dana Rp50 juta – Rp100 juta, maka uang muka bisa lebih dari Rp1 juta dan sebagainya

Mereka beralasan, uang tersebut sebagai uang muka agar dana yang dibutuhkan cepat cair. Saking butuhnya dana banyak, maka tanpa berpikir panjang calon peminjam akan rela mengeluarkan uang muka tersebut demi dana yang dibutuhkan cepat cair.

Informasi Penyelenggara Pinjol Tidak Valid.

Kelengkapan informasi identitas pada sebuah perusahaan merupakan hal yang paling penting dan utama untuk diperhatikan. Sebab lengkapnya informasi tersebut menjadi tolak ukur masyarakat dalam penilaian perusahan tersebut resmi atau tidak. Biasanya informasi ini akan dicantumkan pada website serta semua media sosial yang digunakan.

Sementara pada pinjol abal, mereka baik dari pemilik atau karyawannya berusaha untuk menutupi informasi perusahaan. Bila ada pun, mereka hanya mencantumkan informasi palsu. Misalnya saja, alamat yang dicantumkan tidak jelas, menggunakan nomor telepon untuk ponsel, email yang digunakan milik pribadi (gmail atau yahoo) dan sebagainya.

Meminta Informasi Pribadi

Pada umumnya untuk kelengkapan data calon peminjam, pihak pinjol legal hanya meminta informasi seputar nama peminjam, nomor telepon yang aktif dan alamat email saja. Rekening bank yang diminta pun untuk pengecekan riwayat kredit dan pencairan dana. Pada pihak pinjol abal akan mengelabui nasabahnya dengan alasan agar dana cepat cair, maka peminjam harus menyerahkan data pribadi lainnya seperti pin atau password perbankan.

Bayar Tagihan ke Rekening Pribadi atau E-Money

Semua aktivitas pinjol legal hanya melalui aplikasi atau website. Mulai dari pengajuan, isi data, input dokumen persyaratan hingga informasi tagihan (jumlah tagihan, jatuh tempo tagihan dan rekening perusahaan). Jadi, apabila ada seseorang yang menghubungi Anda melalui pesan singkat di media sosial, whatsapp, telepon dengan mengatasnamakan pinjol dan meminta informasi akun pinjol Anda atau meminta pembayaran tagihan melalui rekening atas nama pribadi atau bisa melalui jenis pembayaran lainnya, sebaiknya jangan tanggapi dengan serius. Sebab ini salah satu modus penipuan yang dilakukan pinjol abal.

Tampilan Media Sosial Tidak Profesional

Ciri lainnya dari pinjol abal yang bisa Anda kenali dengan mudah ialah lihatlah pada tampilan media sosialnya baik di facebook atau instagram. Setiap penyelenggara pinjol resmi, pastinya mereka memiliki satu tim khusus yang mengelola media sosialnya agar terlihat rapih, menarik dan profesional.

Ini jelas berbeda dengan media sosial pinjol abal. Pastinya tampilan media sosialnya berantakan, gambarnya pecah, bahkan sebagian besar dari mereka adalah hanya mengambil postingan pinjol lain dan mempostingnya kembali di media sosialnya. Untuk menghindari pinjol abal yang kini sudah mulai muncul di media sosial, maka alangkah baiknya sebelum mengajukan pinjaman cek terlebih dahulu penyelenggara pinjol yang telah resmi dan terdaftar di website OJK secara berkala.

Solusi Berantas Pinjol Ilegal

Pinjol ilegal kian marak di tengah pandemi Covid-19. Keberadaanya cenderung merugikan masyarakat karena menerapkan bunga pinjaman yang besar, hingga sistem penagihan utang yang meresahkan.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menyampaikan, sejauh ini Satgas Waspada Investasi telah memberantas 3.193 pinjol ilegal. Setiap hari, Satgas Waspada Investasi bersama Kementerian Komunikasi dan informatika (Kemkominfo) juga melakukan siber patrol sebelum adanya laporan dari masyarakat. Koordinasi juga terus dilakukan dengan Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) apabila ada tindakan pidana. Namun, memberantas pinjol ilegal seperti jamur di musim hujan. Tiap kali diblokir, besoknya akan muncul yang baru dengan nama berbeda karena adanya kemudahan membuat website atau aplikasi pinjol. “Pemberantasan pinjol ilegal dari sisi pelaku memang sangat sulit. Sehingga memang penanganannya harus dari dua sisi, sisi pelaku dan juga sisi peminjam,” kata Tongam L. Tobing dalam webinar “Mencari Solusi Penanganan Pinjaman online ilegal” yang digelar Majalah Investor, Senin (21/6/2021).

Dikatakan Tongam, ada dua kelompok masyarakat yang biasanya terjerat pinjol ilegal. Pertama, masyarakat yang memang tidak mengetahui bahwa pinjol tersebut ilegal. Kedua, mereka sudah tahu pinjol tersebut ilegal, tetapi terpaksa meminjam karena adanya kebutuhan ekonomi yang mendesak. Pinjol ilegal sendiri punya beberapa ciri yang sebetulnya bisa dikenali oleh masyarakat, yaitu tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mudah memberi pinjaman hanya dengan syarat KTP dan foto diri, serta selalu meminta persetujuan untuk mengakses data di perangkat mobile seperti daftar kontak.

“Kami melihat ada tiga kesalahan besar masyarakat terkait pinjol ilegal ini. Pertama, mereka mengakses pinjol ilegal tanpa melihat dulu keberadaannya apakah legal atau tidak. Padahal di website OJK ada daftar fintech legal yang bisa diakses secara cepat. Kedua, mereka selalu mengijinkan daftar kontak bisa diakses. Ketiga, banyak yang gali lobang tutup lobang, meminjam untuk menutup pinjaman lama. Bahkan ada yang sampai 141 pinjaman online. Jadi menurut kami perlu ada etika dalam meminjam. Jangan meminjam untuk menutup pinjaman lama,” kata Tongam. Karenanya, selain terus berupaya memberantas pelaku pinjol ilegal, edukasi kepada masyarakat juga terus diperkuat agar tidak lagi mengakses pinjaman online di pinjol ilegal. Bila memang membutuhkan pinjaman, lakukan pinjaman di perusahaan financial technology (fintech) yang terdaftar dalam OJK. Saat ini jumlahnya mencapai 125 perusahaan.

Di luar itu, menurutnya, juga perlu ada kelengkapan regulasi seperti undang-undang fintech. “Dalam menangani pinjol ilegal ini, kita perlu membenahi infrastrukturnya, perlu ada undang-undang fintech, sehingga bisa menguatkan kita melakukan pemberantasan pinjol ilegal,” kata Tongam. Sedangkan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan, fintech pinjaman online ilegal atau yang kerap disindir sebagai pinjol laknat masih menjadi pekerjaan rumah bersama yang terus ditertibkan. OJK bersama-sama Kementerian Lembaga yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi terus melakukan penyisiran dan penindakan terhadap fintech ilegal. Setidaknya sejak tahun 2018 sudah lebih dari 3.193 fintech ilegal sudah berhasil ditindak.

“Sistem pengawasan di internal OJK juga sedang kami upgrade. Kami sedang membangun Pusat Data Fintech Lending (PUSDAFIL), yakni pengawasan dengan memanfaatkan sistem informasi. Progresnya saat ini sudah sekitar 80an perusahaan yang terkoneksi/terintegrasi ke PUSDAFIL dan tentunya integrasi ini masih terus berjalan,” ujarnya, Senin (21/6/2021). Dia melanjutkan, nantinya transaksi seluruh fintech P2P dapat dimonitor dan diawasi secara langsung oleh OJK, baik itu pengawasan terhadap limit pinjaman, monitor TKB90 (Tingkat Keberhasilan 90 hari), kepatuhan wilayah penyaluran pinjaman dan lainnya. Diharapkan dengan hadirnya sistem pengawasan ini nantinya dapat semakin memperkuat pengawasan fintech.

“Dari sisi regulasi, kami juga sedang melakukan review sekaligus pembaharuan pada POJK 77/2016 mengenai Fintech P2P Lending. Beberapa hal yang nantinya akan kami sesuaikan dan perbaiki tentunya mengikuti perkembangan industri Fintech P2P dalam beberapa tahun terakhir,” jelasnya. Terutama terkait ketentuan permodalan, governance, manajemen risiko, perizinan dan kelembagaan, serta kami ingin mendorong P2P agar dapat lebih resilience dan memiliki kualitas yang baik untuk bersaing secara sehat. “Di samping itu upaya literasi tetap harus ditingkatkan agar masyarakat pengguna P2P dapat lebih mengetahui Platform P2P yang terdaftar dan berizin dari OJK,” kata Riswinandi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subschi sepakat bahwa edukasi kepada masyarakat harus terus diperkuat. Menurutnya, upaya memblokir aplikasi atau website ilegal disertai penangkapan pelakunya tidak akan efektif apabila masyarakat tidak teredukasi dengan baik untuk tidak melakukan pinjaman kepada pinjol ilegal. “Kalau masyarakat tidak aware, tidak teredukasi, pinjol ilegal akan terjadi terus menerus,” kata Fathan.

Fathan juga sepakat pentingnya keberadaan Undang-undang Fintech agar penanganan pinjol ilegal bisa lebih efektif. “DPR akan menunggu langkah-langkah OJK untuk bagaimana Undang-undang Fintech bisa masuk dalam program legislasi nasional. Ini penting untuk memberikan payung hukum, karena selama ini fintech hanya diatur dalam peraturan OJK saja, ini kurang kuat,” kata Fathan. Terakhir, OJK mengingatkan untuk terus berhati-hati dan berhenti meminjam dari pinjol ilegal. Pastikan hanya menggunakan pinjaman online yang legal. Cek legalitas izinnya ke kontak OJK 157 @kontak157, whatsapp 081 157 157 157 atau email konsumen@ojk.go.id. (EKS/berbagai sumber)

Artikel sebelumyaProgram Vaksinasi Besar-besaran dan Massal yang dimotori Polri Sejauh mana efektivitasnya untuk Herd Immunity?
Artikel berikutnyaPolsek Cimahi Selatan Monitoring PPKM Level 3 Lanjutan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here