Buya Gusrizal Dt. Palimo Basa, Ketua MUI di Sumatera Barat.

ikromulmuslimin.com – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mengucapkan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB untuk komunitas Baha’i. Hal itu memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Salah satu kritik datang dari Buya Gusrizal Dt. Palimo Basa, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Sumatera Barat.

Gusrizal menyatakan bahwa sifat agama Bahá’í adalah bid’ah.

“Dari segi sejarah, inti ajaran Bahaiyyah dan gerakan penyebarannya adalah ajaran sesat, menodai ajaran Islam dan menjadi pintu gerbang permusuhan merusak umat Islam,” ujar Buya Gusrizal Jumat (30 Juli 2021).

Selain itu, Gusrizal mengatakan bahwa tidak mengherankan bila lembaga-lembaga Islam domestik dan internasional dan para pemimpin agama membuat keputusan tentang bid’ah aliran tersebut.

Dia menambahkan: “Membiarkan hal ini terjadi dan mempertahankannya sebagai suatu agama berarti memastikan legalitas hukum sehingga orang akan tertipu.”

Pencabutan Kepres larangan sebelumnya tidak secara otomatis berarti bahwa agama tersebut diakui dan memiliki kedudukan yang sama dengan agama yang diakui oleh Indonesia.

Selain itu, Buya Gusrizal menyampaikan bahwa Menteri Agama mengabaikan ghirah umat Islam untuk membela aqidah islamiyyah ketika mengucapkan selamat hari raya mereka.

“Tak patut hanya berpijak kepada Kepres 69/2000 yang telah mencabut kepres 264/1962 karena itu tidak berarti bahaiyyah mendapatkan posisi sebagai suatu agama yang diakui sejajar dengan agama resmi yang diakui,” katanya.

Selain itu, tanggung jawab negara, khususnya Kementerian Agama, untuk melindungi agama resmi dari bid’ah merupakan otorisasi konstitusional.

Ia menambahkan bahwa jika kebenaran ajaran agama tidak diperhatikan, umat beragama tidak akan dapat menjalankan agamanya dengan benar.

Oleh karena itu, kurangnya perhatian menteri agama terhadap urusan agama dapat menyebabkan konflik antara umat dan penganut ajaran Bahá’í.

Gusrizal mengatakan bahwa ketika negara menghadapi masalah serius, Menteri Agama harus terlebih dahulu membersihkan kasus-kasus yang dapat menyebabkan kebingungan dan merusak kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Jika posisi pemerintah didasarkan pada keadilan anak-anak bangsa dalam masalah agama, pemerintah harus mempertimbangkan kembali penghapusan Kepres No. 264/1962 di zaman Presiden Soekarno karena itu dilaksanakan tanpa keterlibatan institusi Muslim.

“Ini adalah kecelakaan sejarah yang sangat tidak wajar, karena Islam adalah akar dari doktrin yang kemudian diselewengkan oleh kaum Baha’i,” pungkasnya.

Artikel sebelumyaUcapan Uki picu pro kontra, Gus Miftah bicarakan musik yang haram
Artikel berikutnyaBareskrim Ungkap Kolusi Pinjol Ilegal-Koperasi Simpan Pinjam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here