Setidaknya ada tiga hal yang akan dihadapi setelah hajatan Lebaran 2021 di masa Pandemi. Pertama antisipasi gelombang arus balik, kedua mengendalikan mobilitas arus balik agar tidak menimbulkan gelombang baru pandemi dan ketiga potensi batalnya sekitar Rp 200 T uang beredar di daerah.

Jakarta – (17/05/2021). Betapapun ketatnya pelarangan mudik Lebaran 2021, gelombang arus mudik Lebaran 2021 diketahui tetap ditemukan. Penyekatan pun dilakukan pihak berwajib di ratusan titik guna mencegah penyebaran Covid-19. Dengan beragam cara dan alasan, sekelompok orang tetap nekat menuntaskan rindu pulang ke kampung halaman di tengah situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air yang belum juga terkendali. Dari hasil pengetesan acak Covid-19 dalam Operasi Ketupat 2021, dilaporkan bahwa jumlah pemudik yang positif Covid-19 mencapai 4.123 orang. “Jumlah pemudik yang di-random testing dari 6.742 konfirmasi positif 4.123 orang,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto dalam jumpa pers baru-baru ini.

            Pekan ini, siap-siap munculnya gelombang arus baliknya. Guna mengantisipasi lonjakan arus balik Lebaran 2021 Polda Metro Jaya menyiapkan sejumlah personel untuk bersiaga di beberapa pos penyekatan. Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus baru-baru ini.”Satu di wilayah Cibatu di Tol Cikampek Km 34. Kemudian arteri itu di Jatiuwung dan Kedungwaringin,” kata Yusri Yunus.

            Menurut Yusri Yunus puncak arus balik Lebaran 2021 diperkirakan akan terjadi pada pekan ini. Ia menerangkan nantinya dalam pemeriksaan, pemudik yang akan masuk ke Jakarta harus membawa surat keterangan antigen yang bebas Covid-19. “Tiap orang yang masuk ke Jakarta, mulai hari Minggu, 16 Mei 2021 nanti akan kita lakukan pemeriksaan. Mereka harus bawa surat antigen dari daerah di mana mereka mudik untuk masuk ke Jakarta. Keterangan bebas Covid-19 berlaku 1×24 jam,” tuturnya. Selain itu, kata Yusri, pihaknya juga menyiapkan pos kesehatan berupa tes swab antigen drive-thru. Nantinya petugas akan melakukan tes swab di lokasi bagi warga yang tidak bisa menunjukkan surat keterangan bebas Covid-19.

Lonjakan Jumlah Kendaraan Pada H+3 dan H+7

            Senada dengan kebijakan antisipasi Polri, Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, puncak arus balik atau puncak perjalanan pasca-Lebaran 2021 diperkirakan terjadi pada 16 dan 20 Mei 2021. Kemenhub dan instansi terkait akan melakukan sejumlah langkah antisipasi menghadapi kondisi itu. “Kami melihat di survei yang kami lakukan perjalanan pasca-Lebaran (arus balik) ini diprediksi terjadi lonjakan pada H+3 dan H+7 Lebaran. Atau sekitar 16 Mei dan 20 Mei 2021,” ujar Adita dalam konferensi pers virtual yang ditayangkan YouTube BNPB. “Menghadapi hal itu kami harus melakukan beberapa langkah antisipasi yakni meningkatkan random testing kepada para pengguna angkutan jalan, baik itu roda dua maupun kendaraan roda empat,” lanjut dia. Kendaraan-kendaraan tersebut nantinya akan melintasi berbagai akses jalan baik itu jalan tol, jalan arteri maupun jalan-jalan kecil lainnya. Antisipasi lainnya yakni merujuk pada perkembangan terakhir penularan Covid-19 di Sumatra. “Karena Sumatra memiliki kecenderungan kasus yang meningkat, maka perlu diantisipasi dengan melakukan wajib testing rapid antigen atau genose di pintu pelabuhan Bakauheni,” kata Adita.

Adita mengungkapkan, hingga saat ini ada 1,5 juta orang yang keluar dari wilayah Jabodetabek. Sehingga, selama arus balik nanti, pemerintah akan mengantisipasi kembalinya sekitar 1,5 juta warga tersebut. “Tentu kami ingin bisa mengendalikan terus pandemi ini dan mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus maka kami dari Kemenhub dan juga berdasarkan hasil rapat koordinasi bersama telah menyepakati sejumlah langkah antisipasi tadi,” tambahnya.

Patuhi Kebijakan 

            Berbagai kebijakan dan antisipasi sudah demikian lengkap. Seyogyanya masyarakat harus menaatinya. Namun toh pemudik sudah berangkat dan kini akan kembali memadati Jakarta kembali. Maka tak heran Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyayangkan aksi para pemudik yang nekat pulang ke kampung halamannya. Pasalnya, masyarakat yang mudik berpeluang untuk tertular ataupun menularkan Covid-19. Perlu dipahami bahwa penyekatan, imbuhnya merupakan bagian dari kebijakan pelarangan mudik yang sepatutnya dipatuhi masyarakat agar virus SARS-CoV-2 tidak menyebar secara luas. “Patuhi kebijakan ini untuk kebaikan bersama dalam mencegah terjadinya penularan COVID-19,” pesan Wiku.Yang sangat dikhawatirkan, adanya dampak dari peningkatan kasus baru yang baru akan terlihat dalam 2-3 minggu pasca-kegiatan mudik. “Dan potensi peningkatan kasus dapat terjadi apabila masyarakat terus memaksakan diri untuk melakukan mudik,” imbuh dia. Tapi apa boleh buat, toh jumlah pemudik yang nekat ke berangkat ke kampung halaman, tetap tak bisa dibendung 100 persen. Risiko harus dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Diperpanjang

            Masih dalam rangka antisipasi arus balik. setelah berakhirnya larangan mudik pada hari Senin (17/5/2021), pemerintah kembali berlakukan aturan pengetatan perjalanan. Aturan ini akan berlaku pada 18-24 Mei 2021. Ini merupakan aturan tambahan pada aturan pelarangan mudik sebelumnya yang ditetapkan pada 6-17 Mei 2021. Berdasarkan surat edaran, penerbitan Adendum itu ditujukan untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran Covid-19. Pasalnya, selama bulan puasa dan semakin mendekati Hari Raya Idul Fitri, terdapat peluang peningkatan mobilitas masyarakat, baik untuk kegiatan keagamaan, keluarga, maupun pariwisata, yang akan meningkatkan risiko laju penularan Covid-19. Selengkapnya rincian aturan tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, pelaku perjalanan transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di Bandar Udara sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia.

Kedua, pelaku perjalanan transportasi laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di Pelabuhan sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia.  Ketiga pelaku perjalanan penyeberangan laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan. Atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di Pelabuhan sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan dan mengisi e-HAC Indonesia. Keempat, pelaku perjalanan rutin dengan moda transportasi laut untuk pelayaran terbatas dalam wilayah satu kecamatan/kabupaten/provinsi, atau dengan transportasi darat baik pribadi maupun umum dalam satu wilayah aglomerasi perkotaan tidak diwajibkan untuk menunjukkan surat hasil tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 sebagai syarat perjalanan namun akan dilakukan tes acak apabila diperlukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Daerah. Kelima, Pelaku perjalanan kereta api antarkota wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR/rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau surat keterangan hasil negatif tes GeNose C19 di Stasiun Kereta Api sebelum keberangkatan sebagai persyaratan perjalanan.

            Keenam pelaku perjalanan transportasi umum darat akan dilakukan tes acak rapid test antigen/tes GeNose C19 apabila diperlukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Daerah. Ketujuh, pelaku perjalanan transportasi darat pribadi, diimbau melakukan tes RT-PCR atau rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan, atau tes GeNose C19 di rest area sebagai persyaratan melanjutkan perjalanan dan akan dilakukan tes acak apabila diperlukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Daerah. Kedelapan pengisian electronic health alert card (e-HAC) Indonesia diimbau dilakukan bagi pelaku perjalanan dengan seluruh moda transportasi darat umum maupun pribadi, kecuali bagi pelaku perjalanan udara dan laut sifatnya wajib melakukan pengisian e-HAC Indonesia. Dalam surat edaran tersebut juga disebutkan, anak-anak di bawah usia 5 tahun tidak diwajibkan untuk melakukan tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 sebagai syarat perjalanan. Apabila hasil tes RT-PCR/rapid test antigen/tes GeNose C19 pelaku perjalanan negatif namun menunjukkan gejala, maka pelaku perjalanan tidak boleh melanjutkan perjalanan dan diwajibkan untuk melakukan tes diagnostik RT-PCR dan isolasi mandiri selama waktu tunggu hasil pemeriksaan.

Peningkatan Kasus Infeksi 

            Lantas, bagaimana prediksi perkembangan pandemi di Indonesia pasca kegiatan mudik dan arus balik berakhir? Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman dengan gamblang menyebut potensi yang akan terjadi adalah meningkatnya kasus infeksi dan fatalitas. “Dampak mudik terhadap perburukan situasi pandemi kita yang memang saat ini juga belum dalam situasi yang terkendali, tentu jelas berdasarkan sains, berdasarkan studi epidemiologi, jelas akan terjadi penambahan kasus, baik itu angka kesakitan maupun kematian,” kata Dicky. Melihat kembali catatan libur panjang yang pernah dimiliki Indonesia, Dicky merangkum rata-rata peningkatan kasus kesakitan pasca-adanya mobilitas masyarakat di momen libur panjang adalah sebanyak 60-90 persen. Sementara untuk angka kematian, rata-rata meningkat di atas 50 persen pada momentum yang sama. “Bahkan meski di tengah terbatasnya kapasitas testing, tracing kita, itu terjadi. Yang artinya, situasi sebenarnya (penularan dan kematian) di publik lebih besar dari itu,” katanya lagi.

Melihat fakta yang terjadi, Dicky menyebut adanya potensi bahaya terjadinya ledakan kasus di tengah masyarakat. Setelah lebih dari satu tahun bergelut dengan pandemi, Indonesia memiliki catatan tingkat positivitas selalu di atas 10 persen. “Itu menunjukkan banyak kasus infeksi tidak bisa kita deteksi, klaster-klaster tidak teridentifikasi, dan akhirnya tidak terselesaikan. Itu seperti bom waktu, wabah, yang pada gilirannya tinggal menunggu saja satu trigger untuk terjadinya ledakan kasus,” jelas dia. “Itulah yang harus disadari oleh semua pihak, baik Pemerintah maupun masyarakat. Tidak bisa hanya salah satu di antaranya,” lanjutnya.  Menurutnya seluruh pihak harus bekerja sama untuk menuntaskan persoalan terkait wabah virus corona.

Jika masyarakat sudah menjaga kondusifitas, namun Pemerintah tidak memiliki kebijakan dan langkah yang tegas, maka tidak akan berarti apa pun. “Sebaliknya, ketika Pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan dan melakukan berbagai intervensi namun masyarakat tak mendukungnya, hasil yang sama akan didapatkan,” jelas dia.  Belum lagi adanya mutasi virus yang saat ini sudah dikonfirmasi masuk ke Indonesia. “Kita ada keberadaan varian baru yang lebih cepat menular juga menurunkan efikasi antibodi. Ini saja sudah menjadi satu ancaman sangat serius untuk Indonesia,” ungkap dia. Menurutnya, setiap orang memegang peranan penting dalam penyebaran juga penghentian penularan virus ini. Dicky menyebut, pandemi global ini awalnya hanya bermula dari satu orang yang kemudian terus menular ke orang-orang lainnya. Jadi, di masa-masa ini, pergerakan satu orang saja bisa menghadirkan risiko yang sangat luas.

Terlebih ribuan bahkan mungkin jutaan pemudik yang bergerak di berbagai daerah. Lebih lanjut, sejumlah negara di kawasan Asean juga sudah mengalami peningkatan kasus yang cukup mengkhawatirkan. “Situasi di kawasan Asean alarm-nya (tanda bahaya) juga sudah bunyi. Alarm situasi perburukan bisa saja terjadi, termasuk di Indonesia dalam waktu dekat. Oleh karena itu perlu ada mitigasi,” ungkapnya. Perencanaan mitigasi yang matang dan penerapan di lapangan secara optimal diperlukan agar jika pun terjadi lonjakan atau ledakan kasus, Indonesia masih bisa menanganinya. Artinya, ledakan ini terjadi dalam skala yang masih bisa terkontrol.

            “Mitigasi ini upaya untuk meminimalisasi risiko, dan mencegah kalau pun ada ledakan kasus ya tidak masif, hanya dalam kategori atau batas yang masih bisa kita tolerir dalam kapasitas fasilitas kesehatan maupun dalam respon-respon secara umum lainnya,” papar Dicky.

Rp 200 Triliun Batal Beredar di Daerah

            Kecuali prediksi meningkatnya kasus infeksi Covid-19, ada juga potensi hilangnya potensi uang yang beredar di daerah yang biasanya terjadi cukup besar bila musim lebaran. Pengamat ekonomi memperkirakan larangan mudik pada 2021 demi menekan penyebaran corona berpotensi membuat aliran uang Rp200 triliun ke kampung menghilang. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy secara rinci mengatakan larangan berlaku mulai 6 Mei hingga 17 Mei 2021. Artinya, kebijakan berlaku pada pekan terakhir Ramadhan hingga sepekan setelahnya. Dengan kebijakan itu, masyarakat diimbau untuk beraktivitas di kota masing-masing.

“Sebelum dan sesudah hari dan tanggal itu diimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pergerakan atau kegiatan-kegiatan yang keluar daerah sepanjang kecuali betul-betul dalam keadaan mendesak dan perlu,” ujarnya.           Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi kebijakan tersebut akan membuat pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini kembali terkontraksi. “Perkirakan saya perekonomian masih akan negatif 2-3 persen. Jadi memang cukup berat di kuartal kedua. Kuartal pertama juga diperkirakan masih negatif kisaran 1-2 persen,” ucapnya. Menurut Bhima, ada sejumlah faktor yang membuat perekonomian terjerembab akibat larangan mudik. Pertama, tertahannya konsumsi rumah tangga yang kontribusinya mencapai 57 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Ia mengatakan dengan kebijakan itu, masyarakat akan lebih memilih menabung ketimbang menghabiskannya untuk berbelanja. Hal itu memungkinkan mereka tetap bisa mudik setelah larangan bepergian ke luar kota sudah dicabut oleh pemerintah, entah itu di kuartal ketiga atau di akhir 2021 mendatang. Kalau pun terjadi peningkatan konsumsi, jumlahnya tak akan sama atau lebih besar dari periode sama sebelum pandemi covid-19. Sebab, aktivitas pariwisata dan berbelanja yang biasanya terjadi saat masyarakat mudik ke kampung halaman tak dapat mereka lakukan di Jakarta dan kota-kota lain di sekitarnya.

Di sisi lain, arus uang ke daerah yang biasanya kian deras karena adanya tunjangan hari raya (THR) juga bisa tersumbat. Ia mencontohkan rata-rata pemudik bisa menghabiskan Rp5-10 juta di kampung halaman. Dengan asumsi 20 juta orang melakukan mudik tiap tahunnya, maka potensi hilangnya aliran uang ke daerah bisa mencapai Rp200 triliun. “Uang beredar itu sekitar 10 persen pertumbuhannya saat mudik. Sebagian itu masuk ke daerah. Itu mungkin lebih dari Rp200 triliun yang mengalir ke daerah dalam bentuk belanja langsung maupun transportasi, pariwisata dan lain-lain,” terang Bhima. Kendati demikian, Bhima tak memungkiri larangan mudik penting diberlakukan mengingat pandemi covid-19 belum berakhir dan program vaksinasi masih berjalan lambat. Hanya saja, pemerintah tak boleh lepas tangan atas dampak yang timbul dari kebijakan tersebut. Sektor-sektor usaha yang paling terdampak mulai dari transportasi, perhotelan hingga pariwisata.

Kemudian aktivitas ekspor yang jadi motor penggerak perekonomian harus lebih digenjot agar dapat mengompensasi penurunan konsumsi rumah tangga. Itu artinya sebelum musim mudik lebaran produktivitas industri berorientasi ekspor harus didorong dengan berbagai macam kebijakan. “Jabodetabek ini kan basis industrinya besar. Berarti momen sebelum cuti atau libur lebaran industri yang berorientasi ekspor harus didorong. Karena sekarang momentum pemulihan ekonomi berasal dari ekspor,” jelasnya. Bhima juga meminta pemerintah daerah mempercepat penyerapan anggaran terutama yang punya multiplier effect cukup besar bagi perekonomian. “Proses penyerapan anggaran harus lebih cepat. Pada semester 1 2021 ini. Sehingga jangan ada dana yang ditumpuk di bank daerah,” katanya. Sementara untuk wilayah Jabodetabek, program-program yang dapat menstimulasi mayarakat untuk berbelanja harus digalakkan. “Karena e-Commerce itu kan terkonsentrasi di Jabodetabek. Kalau ada stimulus yang bisa mendorong orang berbelanja itu akan bagus untuk meningkatkan konsumsi,” imbuh Bhima.

Faktor Bantuan Sosial

            Berbeda dengan Bhima, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Rendy Yusuf Manilet memperkirakan di tengah larangan mudik, pertumbuhan ekonomi masih bisa berada di zona positif. Perkiraan ia dasarkan pada penyaluran sejumlah bantuan sosial ke masyarakat yang kini lebih terarah dibandingkan masa-masa awal pandemi tahun lalu. “Tapi ini asumsinya bantuan dari pemerintah yang ada sekarang tetap dijalankan, ya. Soal apakah bantuan yang diberikan pemerintah itu konsisten sampai lebaran, kita lihat saja nanti,” tuturnya.

            Faktor lain yang membuat ekonomi berpeluang tumbuh positif adalah longgarnya kebijakan bepergian dalam satu daerah selama lebaran. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha di sektor transportasi dan pariwisata yang kehilangan pasar akibat larangan mudik.           “Di dalam kota khususnya yang angka kasus covid-nya masih rendah, dua sektor tadi masih bisa gaet peluang dengan maksimalkan market itu sendiri,” terang Rendy. Terlepas dari hal tersebut, ia sepakat bahwa bantuan dari pemerintah perlu ditambah untuk jika ingin memanfaatkan libur lebaran sebagai momentum mempercepat pemulihan ekonomi.

            “Yang paling cepat untuk merangsang konsumsi rumah tangga itu ya bantuan langsung tunai (BLT). Karena efeknya ke perekonomian di sekitar mereka bisa meningkat. Kalau kita belajar dari tahun lalu, BLT ini pun bisa jadi faktor terdorongnya konsumsi rumah tangga meskipun terbatas,” pungkas Rendy.  Memang pandemi berdampak pada hampir semua sendiri kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Namun melihat keadaan darurat seperti sekarang, tentu kesehatan dan keselamatan rakyat adalah prioritas utama pemerintah. Maka sudah benar, sikap pemerintah dan segenapa aparat terkait untuk fokus pada pelarangan mudik, penyekatan dan pembatasan mobilitas masyarakat secara umum. Karena semua bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang belum juga menunjukkan tanda-tanda menurun. Keyakinan pemerintah tampaknya pada satu keputusan yakni kesehatan dan keselamatan terlebih dulu, maka ekonomi akan bertumbuh stabil kemudian. (Saf).

Artikel sebelumyaTNI-Polri Pertebal Posko PPKM Skala Mikro di Pekalongan
Artikel berikutnyaBantu KPK Lacak Harun Masiku, Mabes Polri: Belum Ada Titik Terang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here