Papua terus dirundung gangguan keamanan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Tindakan brutal dan kejam terus dilakukan hingga menelan korban aparat, tapi juga warga sipil. Serangkaian aksi kejahatan telah dilakukan oleh kelompok ini. Mulai dari wilayah Eromaga hingga Distrik Beoga. Mereka melakukan penembakan, pembunuhan, penyanderaan, dan pembakaran pesawat serta fasilitas publik. Puncaknya adalah menembak Kepala BIN Daerah (Kabinda) Papua, Mayjen TNI I Gede Putu Danny Nugraha Karya. Kabinda Papua tewas dalam baku tembak dengan anggota KKB Papua  pada Minggu, 25 April 2021 di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua. Sejak itu wacana penyebutan KKB sebagai teroris makin menguat dan pemerintah pun akhirya  meresmikannya. Apa saja aksi teror KKB Papua? Siapa saja korbannya? Bagaimana aparat keamanan menindaklanjuti keputusan pemerintah tersebut?Apa saja respon dari berbagai pihak?

Jakarta, 29 April 2021 – Menteri Politik Bidang Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mewakili pemerintah menetapkan bahwa KKB Papua sebagai teroris. Ini termasuk gerakan dan individu yang terafiliasi dengan kelompok tersebut. Hal tersebut menurut Mahfud Md sebagaimana pernyataan yang telah disampaikan oleh Ketua MPR, BIN, Polri, TNI, hingga tokoh masyarakat dan adat Papua itu sendiri.”Sejalan dengan itu semua, dengan pernyataan-pernyataan mereka itu, maka pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris,” tutur Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (29/4/2021). Mahfud mengutip ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, disebutkan bahwa teroris adalah siapa pun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.

Sementara terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban secara masal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.”Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala organisasinya dan orang-orang yang terafiliasi dengannya adalah tindakan teroris,” tegasnya. Atas dasar penetapan itu, Mahfud meminta TNI-Polri dan aparat keamanan lainnya untuk menindak tegas KKB Papua. Terlebih, tindakan penyelesaian permasalahan pemerintah di Tanah Papua adalah dengan kesejahteraan rakyat, bukan soal isu kemerdekaan.”Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat terkait itu segera melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum. Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil,” Mahfud menandaskan.

Respon Polri Segera Libatkan Densus 88

Asisten Kapolri bidang Operasi (Asops) Irjen (Pol) Imam Sugianto mengatakan, Polri akan membahas pelibatan Densus 88 Antiteror Polri dalam operasi pemeliharaan keamanan di Papua. Hal ini menyusul keputusan pemerintah yang resmi mengategorikan KKB Papua sebagai organisasi teroris. Menurut Imam, jika sudah ditetapkan demikian, Densus 88 nanti harus disertakan membantu. Paling tidak memetakan segala macam kebutuhan yang diperlukan saat dihubungi, Kamis (29/4/2021). Namun, dia menegaskan, belum ada arahan resmi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindaklanjuti keputusan pemerintah itu. Polri akan rapat bersama pemerintah untuk membahasnya. Saat ini, diketahui TNI/Polri melaksanakan Operasi Nemangkawi dalam rangka memelihara keamanan di Papua dari gangguan KKB. “Nanti keputusannya Bapak Kapolri bagaimana. Selama ini kan, seperti Operasi Madago Raya di Sulawesi Tengah. Itu kan sama, jadi satgas operasi kami bentuk, tapi Densus 88 juga menyelenggarakan operasi yang terhubung dengan satgas itu,” ujarnya.

Daftar Panjang Aksi Teror KKB Papua

Aksi pembakaran sekolah dan rumah warga menambah daftar panjang aksi kekejaman KBB di Papua dalam kurun waktu hampir empat bulan. Data di lapangan menunjukkan bahwa KKB Papua melakukan penembakan, pembunuhan, penyanderaan, dan pembakaran pesawat serta fasilitas publik. Perwira Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III Letnan Kolonel Laut KH Deni Wahidin menghimpun data kekejaman KKB sejak Januari 2021. Deni mencatat setidaknya sbelumnya mencatat 15 kali kekejaman KKB terhadap masyarakat sipil atau nonmiliter hingga 15 April 2021. Adanya peristiwa terbaru pembakaran gedung sekolah dan rumah di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Sabtu (17/4/2021) pagi. Kemudian berlanjut  dengan penembakan terhadap Kabinda Papua hingga tewas pada Minggu (25/4/2021) menambah daftar kekejaman tersebut.

Berikut daftar panjang kekejaman KKB tersebut:

Membakar Pesawat MAF PK-MAX

Tanggal 6 Januari 2021, KKB melakukan pembakaran Pesawat MAF PK-MAX Jenis Codiak di Kp. Pagamba Distrik Biandoga Kabupaten Intan Jaya Papua oleh KKB Intan Jaya pimpinan Undius Kogoya (KKB wilayah Distrik Sugapa) dan Ayun Zagani (KKB wilayah Distrik Wandai) (06/01),” kata Deni dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Sabtu (17/4/2021).

Menembak Helikopter Bell

Tanggal 6 Januari 2021, KKB melakukan penembakan terhadap Helikopter Bell 407 HP/PK-ZGM milik PT. Sayap Garuda Indah oleh KKB Tembagapura di area Benangin Kp. Tsinga Distrik Tembagapura Kab. Mimika Provinsi Papua.

Membakar Tower BTS 5

Tanggal 8 Januari 2021, KKB melakukan pembakaran tower BTS 5 PT. Palapa Ring Timur Telematika oleh KKB di bukit Duagi Wilayah Muara Distrik Mabuggi Kabupaten Puncak Provinsi Papua.

Memanah Dua Warga Sipil

Tanggal 13 Januari 2021, KKB melakukan pemanahan terhadap Sentot (35 tahun, asal Madiun, terkena panah pada leher sebelah kanan) dan Taperinus (28 tahun, OAP, terkena panah pada bagian dada sebelah kanan) di Jl. Cendrawasih SP 3 Karangsenang Kuala Kencana Kabupaten Mimika Provinsi Papua (disekitar bekas kantor GSBJ Timika).

Menembak Satu Warga Sipil Hingga Tewas

Tanggal 30 Januari 2021, KKB melakukan penembakan terhadap warga sipil atas nama Boni Bagau di Perbatasan Distrik Sugapa dan Distrik Homeyo Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua menyebabkan korban meninggal dunia.

Menembak Seorang Warga Sipil

Tanggal 8 Februari 2021, KKB melakukan penembakan terhadap masyarakat pendatang asal Makassar bernama Ramli oleh KKB di kios milik korban, Kampung Bilogai Distrik Sugapa Kabupaten Intan Jaya Papua.

Membunuh Seorang Warga Sipil Berprofesi sebagai Tukang Ojek

Tanggal 9 Februari 2021, KKB melakukan pembunuhan terhadap masyarakat pendatang atas nama Rusman (41) seorang tukang ojek di Kampung Jenggerpaga, Distrik Ilaga Kabupaten Puncak, mengakibatkan korban meninggal dunia.

Menyandera Pesawat Susi Air dan Pilotnya

Tanggal 12 Maret 2021, KKSB melakukan penahanan pesawat Susi Air (Pilatus PC-6 S1-9364 PK BVY) dengan pilot Ian John Terrence Hellyer oleh sekitar 30 orang KKB Distrik Wangbe Kabupaten Puncak.

Menembak Sembilan Warga Sipil Berprofesi sebagai Guru Hingga Tewas

Tanggal 8 April 2021, KKB melakukan penembakan terhadap warga pendatang a.n. Oktovianus Rayo (guru) oleh KKB di Kampung atau Kelurahan Yulukoma Distrik Beoga Kabupaten Puncak hingga korban meninggal dunia.

Membakar Rumah Dinas Guru dan Tiga Sekolah

Tanggal 8 April 2021, KKB melakukan pembakaran rumah dinas Guru, bangunan SD Jambul, SMP 1 dan SMA 1 Beoga Kabupaten Puncak oleh KKB.

Menembak Seorang Guru Hingga Tewas

Tanggal 9 April 2021, KKB melakukan Penembakan terhadap masyarakat pendatang a.n. Yonatan Renden (guru honorer SMP 2 Beoga) oleh KKB di Kp/Kel. Yulukoma Distrik Beoga Kabupaten Puncak hingga korban meninggal dunia.

Membakar Helikopter di Bandara Aminggaru

Tanggal 11 April 2021, KKB melakukan pembakaran Heli Upmi815 milik PT. Ersa Air yang terparkir ron di Apron Bandara Aminggaru, Ilaga, Kabupaten Puncak.

Membakar Rumah Milik Kepala Sekolah dan Anggota DPRD Kabupaten Puncak

Tanggal 13 April 2021, KKSB melakukan pembakaran dua unit rumah atas nama Junaidi Sulele (Kepala Sekolah SMP N Beoga) dan Menas Mayau (Anggota DPRD Kab Puncak).

Menembak Seorang Tukang Ojek Hingga Tewas

Tanggal 14 April 2021, KKB menembak mati seorang sopir ojek bernama Udin di Kampung Eromaga, Distrik Omukia, Kabupaten Puncak, Papua.

Menembak Pelajar SMA Hingga Tewas

Tanggal 15 April 2021, KKB menembak seorang pelajar SMA di Kampung Tagaloa, Kabupaten Puncak.

Pembakaran Sekolah dan Rumah Kepala Suku

KKB melakukan pembakaran gedung Sekolah Dasar (SD) Dambet, rumah kepala suku, dan beberapa rumah dinas guru kembali berulah di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Sabtu (17/4/2021) pagi. Aksi KKB tersebut terjadi setelah mereka berhasil dipukul mundur Satgas Nemangkawi dari kawasan Lapangan Terbang (Lapter) Beoga.

“Benar ada aksi pembakaran yang dilakukan KKB namun tidak ada korban jiwa,” ujar Kapolsek Beoga, Ipda Ali Akbar, saat ketika dikonfirmasi dari Jayapura, Sabtu (17/4/2021).

Menurut dia, setelah menerima laporan kejadian tersebut, beberapa personel Satgas Nemangkawi diturunkan ke lokasi kejadian. Jarak yang cukup jauh dari Kampung Dambet ke pusat Distrik Beoga membuat aparat keamanan tidak dapat melakukan upaya pencegahan.”Jarak ke Kampung Dambek sekitar tiga kilometer ke Beoga dengan berjalan kaki,” kata Ali Akbar. 

Kekhawatiran Melabel Sebagai Teroris

Penyebutan teroris terhadap KKB Papua tetap mendapat kritikan dari pegiat HAM. Salah satunya dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)  yang mengkritik rencana pemerintah yang mengkategorikan KKB di Papua sebagai organisasi terorisme. Pelabelan itu dikhawatirkan akan berdampak psiko-sosial pada masyarakat Papua. Sebab, tidak menutup kemungkinan pelabelan serupa akan dialami oleh orang Papua yang berada di daerah perantauan. “Dampak pelabelan teroris terhadap KKB cepat atau lambat juga akan membawa dampak psiko-sosial di masyarakat. Orang yang berasal dari Papua yang menetap di daerah lain di Indonesia juga berpotensi dilabeli sebagai teroris oleh masyarakat setempat,” ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, melalui keterangan tertulis.

Fatia mengatakan, pemerintah seharusnya belajar dari beberapa peristiwa kekerasan yang pernah terjadi. Misalnya, peristiwa rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Yogyakarta dan Surabaya pada 2019. Peristiwa tersebut telah menimbulkan gejolak sosial, terutama bagi masyarakat Papua. Menurut Fatia, wacana redefinisi KKB sebagai teroris justru akan membuat situasi di Papua semakin memburuk. Ia juga menilai, wacana mengelompokkan KKB dalam klasifikasi organisasi teroris adalah langkah yang terburu-buru serta berpotensi abuse of power. “Kami melihat wacana tersebut hanya menjadi celah bagi negara untuk melegitimasi langkah TNI dalam keamanan domestik melalui UU Terorisme yang berakibat pada makin buruknya situasi di Papua,” kata Fatia. Untuk itu, Kontras mendesak pemerintah supaya melakukan pendekatan humanis dalam menyelesaikan konflik di Papua. “Melakukan pendekatan yang lebih humanis, bukan dengan pendekatan keamanan maupun dengan cara-cara militeristik dan kental akan kekerasan. Hal ini bisa dimulai dengan menarik pasukan dari beberapa daerah di Papua,” imbuh dia.

Sementara itu, Gubernur Papua, Lukas Enembe mengeluarkan tanggapan tertulis merespons penetapan KKB sebagai organisasi teroris. Pemerintah pusat telah resmi menetapkan KKB sebagai organisasi teroris yang dianggap mengancam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Kamis (29/4/2021). Tanggapan Lukas disebar melalui Juru Bicara Gubernur Papua, Muhammad Rifai Darus. Ada tujuh poin penting yang dikeluarkan Lukas Enembe dalam pernyataan tersebut, salah satunya ia meminta pemerintah pusat mengkaji kembali pelabelan teroris bagi KKB. “Pemerintah Provinsi Papua meminta kepada pemerintah pusat dan DPR RI agar melakukan pengkajian kembali menyoal penyematan label terhadap KKB sebagai teroris. Kami berpendapat bahwa pengkajian tersebut harus bersifat komprehensif dengan memperhatikan dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak hukum terhadap warga Papua secara umum,” ujar Lukas, Kamis (29/4/2021).

Berikut tujuh poin pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe, yaitu: pertama. terorisme adalah konsep yang selalu diperdebatkan dalam ruang lingkup hukum dan politik, dengan demikian penetapan KKB sebagai kelompok teroris perlu untuk ditinjau dengan seksama dan memastikan obyektifitas negara dalam pemberian status tersebut. Kedua, Pemerintah Provinsi Papua sepakat bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai bagian dari KKB adalah perbuatan yang meresahkan, melanggar hukum serta menciderai prinsip-prinsip dasar HAM.

Lalu ketiga, Pemerintah Provinsi Papua meminta kepada pemerintah pusat dan DPR RI agar melakukan pengkajian kembali menyoal penyematan label terhadap KKB sebagai teroris. Kami berpendapat bahwa pengkajian tersebut harus bersifat komprehensif dengan memperhatikan dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak hukum terhadap warga Papua secara umum. Keempat, Pemerintah Provinsi Papua mendorong agar TNI dan Polri terlebih dahulu untuk melakukan pemetaan kekuatan KKB yang melingkupi persebaran wilayahnya, jumlah orang dan ciri-ciri khusus yang menggambarkan tubuh organisasi tersebut. Hal ini sangat dibutuhkan, sebab Pemerintah Provinsi Papua tidak menginginkan adanya peristiwa salah tembak dan salah tangkap yang menyasar penduduk sipil Papua.

Selanjutnya kelima,  Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemberian label teroris kepada KKB akan memiliki dampak psikososial bagi warga Papua yang berada di perantauan. Hal ini ditakutkan akan memunculkan stigmatisasi negatif yang baru bagi warga Papua yang berada di perantauan. Keenam, Pemerintah Provinsi Papua juga berpendapat bahwa pemerintah pusat sebaiknya melakukan komunikasi dan konsultasi bersama Dewan Keamanan PBB terkait pemberian status teroris terhadap KKB. Terakhir ketujuh. Pemerintah Provinsi Papua menyatakan, bahwa Rakyat Papua akan tetap dan selalu setia kepada NKRI, sehingga kami menginginkan agar pendekatan keamanan (security approach) di Papua dilakukan lebih humanis dan mengedepankan pertukaran kata dan gagasan, bukan pertukaran peluru.

Dukungan Sebutan Teroris Bagi KKB Papua

Sebelumnya, wacana pelabelan terorisme terhadap KKB di Papua dilontarkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar. Boy mengatakan, gagasan tersebut tengah dibahas oleh BNPT bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait. “Kami sedang terus gagas diskusi dengan beberapa kementerian dan lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan sebagai organisasi terorisme,” kata Boy dalam rapat dengan Komisi III DPR beberpa waktu lalu. Menurut Boy, kejahatan yang dilakukan oleh KKB layak disejajarkan dengan aksi teror. Sebab, perbuatan KKB menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, senjata api, serta menimbulkan efek ketakutan yang luas di tengah masyarakat. “Kondisi-kondisi riil di lapangan sebenarnya dapat dikatakan telah melakukan aksi-aksi teror,” ujar Boy. 

Respon dukungan juga datang justru dari masyarakat adat Papua sendiri yaitu Lembaga Masyarakat Adat (LMA) berserta Dewan Adat Papua (DAP) dan Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Nabire menyatakan aksi KKB semakin brutal. Karena itu, KKB statusnya layak dinaikkan menjadi organisasi teroris. Menurut pihak Adat, aksi-aksi kekejaman KKB sudah bisa dikategorikan aksi teroris yang harus mendapat penindalan selayaknya teroris, bukan lagi kriminal. “Kami LMA dan seluruh unsur adat Nabire meminta Pemerintah Pusat, DPR, BNPT dan pihak terkait lainnya untuk menaikkan status kelompok Kriminal ini menjadi organisasi teroris sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku,” kata Ketua DAP Nabire, Herman Sayori dalam pernyataan sikapnya terkait aksi kebrutalan KKB, Senin (26/4/2021). 

Aksi kebrutalan KKB terbaru mengakibatkan Kabinda Papua gugur akibat ditembak kelompok tersebut, Minggu (25/4/2021). Herman Sayori juga mengutuk aksi KKB yang telah menelan banyak korban jiwa dan membuat kehidupan masyarakat Papua tidak tenang. “Kami mengutuk aksi kekerasan dan pembunuhan serta pembakaran gedung sekolah dan rumah Kepala Suku oleh KKB di Beoga Kabupaten Puncak. Aksi kekerasan KKB ini sudah melanggar hukum adat dan agama,”kata Socrtes Sayori. Lembaga adat juga mendukung penuh upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh TNI-Polri terhadap kelompok KKB yang sudah sangat meresahkan masyarakat. “Kami sebagai perwakilan Adat di Kabupaten Nabire mengucapkan bela sungkawa dan turut berduka cita yang mendalam kepada para korban, baik kepada dua orang guru, seorang siswa dan Kabinda Papua, semoga para korban diterima disisi Tuhan,” ucap Sayori. 

LMA, DAP dan BMA Nabire juga menilai perlu dilakukan audit dana Otsus sehingga bisa menjadi perbaikan keberlangsungan Otsus ke depan. “Kepada KPK, BPK, Kejaksaan dan Polri untuk segera datang ke Papua dan memeriksa penggunaan dana Otsus, karena kami dari Adat melihat korupsi di Papua sudah sangat masif, yang merugikan masyarakat adat dan masyarakat Papua keseluruhan,” tegas Sayori. Melihat tanggapan berupa dukungan maupun kritikan terhadap keputusan pemerintah menyebut KKB Papua sebagai teroris maka pihak keamanan dalam hal ini TNI dan Polri dapat segera meresponnya dengan perencanaan aksi yang dapat merangkul banyak pihak baik dengan pemprov Papua hingga rakyat Papua. Sementara untuk menghadapi aksi teror KKB Papua tetap harus tegas meskipun hati-hati. Karena jangan sampai malah menjadikan rakyat Papua sebagai korban konflik. Ibaratnya rakyat Papua bisa menjadi pelanduk yang mati di tengah-tengah para gajah yang bertarung. Selain itu, patut juga diperhatikan  bahwa tindakan tegas yang akan dilakukan oleh TNI-Polri harus terencana dengan baik serta terukur dengan tepat. Karena biar bagaimanan pun masalah keamanan di Papua dapat menjadi perhatian dunia internasional jika konflik makin membesar dan berkepanjangan. Apalagi KKB Papua juga memiliki jaringan propaganda dengan media massa local independen dan jaringan media internasonal yang dapat menjelekkan citra Indonesia dimata duni internasional.

Belum lagi jaringan diplomasi OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang beroperasi di luar negeri mendapat dukungan solidaritas dari negara-negara kecil di Pasifik seperti Nauru, Vanuatu, Fiji, dan lain sebagainya. Dengan proganda negtifnya dapat mengganggu diplomasi Indonesia di forum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) seperti yang pernah mereka angkat di suatu sidang PBB yang lalu. Meski para diplomat muda Indonesia dapat mematahkan argumentasi dukungan mereka untuk OPM namun harus tetap dijaga agar dukungan para negara kecil di Pasifik ini jangan sampai meluas dan membesar.

Untuk itu, pihak keamanan TNI-Polri tak dapat bekerja sendirian dalam memerangi aksi teror KKB Papua ini. Selain wajib mendapat dukungan penuh dari Pemprov Papua juga harus dapat merangkul hati masayarkat Papua juga dan melindungi mereka sepenuhnya dari aksi teror KKB papua berikutnya. Dukungan penuh dari pemerintah usat juga mutlak diperlukan. Termasuk kepiawaian diplomasi agar aksi membasmi KKB Papua ini tak menjadi perhatian dunia internasional. Jika rencana ini berjalan lancar maka yang pada akhirnya menang adalah rakyat Papua jua karena mereka akan hidup dalam kedamaian dan makin mampu mengejar ketertinggalannya akibat aksi teror berkepanjangan. Semoga! (EKS/berbagai sumber)

Artikel sebelumyaAwal Mula Gerakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan Aksi Brutal Yang Mencoreng Warga Asli dan Adat Papua
Artikel berikutnyaAndai Tanah Papua Aman, Apa Yang Terjadi?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here