Hidayatullah.com- Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Khoirizi H Dasir menyebut hingga saat ini belum ada negara yang mendapat informasi dari Arab Saudi terkait kepastian pemberangkatan jamaah haji. Meski begitu, pihaknya terus lakukan persiapan.

Saat ini ia mengatakan sedang mematangkan rumusan mitigasi risiko penyelenggaraan haji khusus di masa pandemi bersama Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

“Ada atau tidak ada kepastian tutup jamaah, persiapan harus terus dilakukan. Sebab, pelayanan, pembinaan, dan perlindungan jamaah haji menjadi amanah undang-undang,” kata Khoirizi dalam keterangannya, Ahad (11/04/2021).

Khoirizi menjelaskan hal-hal yang perlu dibahas dalam penyiapan proses mitigasi. Hal itu diatur dalam tata ibadah skema dan skenario penyelenggaraan haji asumsi kuota, skema penerbangan, apakah memberlakukan transit atau langsung, termasuk juga terkait karantina.

“Bagaimana skema karantina sebelum keputusan, saat di Saudi, dan ketika pulang. Siapa penanggung jawab karantina? Ini perlu dibahas dan disepakati, Embarkasi pemberangkatan juga harus dibahas. Apakah tetap akan terkenal, atau disatupintukan melalui Jakarta misalnya,” ujarnya.

Khoirizi menggarisbawahi pentingnya skema-skema akomodasi di Saudi saat pandemi. Juga penerapan protokol kesehatan dan disiplin 5M.

Perihal kuota, Khoirizi yang juga Direktur Bina Haji berkomitmen bahwa berapapun jumlah yang diberikan Arab Saudi nantinya, jamaah haji khusus tetap mendapat porsi 8 persen. Sebab, menurutnya hal itu merupakan amanah UU. Bila Saudi memberikan kuota haji, Khoirizi menggarisbawahi beberapa hal yang harus diperhatikan.

“Pertama, Kemenag dan Komisi VIII DPR komitmennya bahwa berapanpun kuota yang diberikan, akan diberangkatkan. Kedua, waktu terus berjalan. Perlu dirumuskan opsi-opsi pengaturan tata letak berdasarkan asumsi kuota dan waktu,” jelasnya.

Ketiga, kata dia perhitungan tabel biaya dan skema skema pembiayaannya. Keempat, terkait kesiapan jamaah haji. Sebab, hampir 3 persen jamaah Indonesia adalah lansia, di atas 60 tahun.

“Ini perlu diperhatikan jika ada ketentuan pembatasan usia dan penyakit bawaan. Kita berharap jamaah haji bisa mengukur kemampuannya, baik terkait aspek pengetahuan maupun kondisi kesehatan,” katanya.* Azim Arrasyid

Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad Abdus Syakur

Artikel sebelumyaMadzhab Halal Indonesia: Gabungan Sains dan Fiqih, Menjangkau Semua Potensi Titik Kritis Kehalalan
Artikel berikutnyaFadli Zon: Tindakan Komisaris PT Pelni Bisa Digolongkan Sebagai Islamophobia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here