Hidayatullah.com- Sertifikasi halal yang merupakan core business dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia menganut prinsip ‘traceability’ atau ketertelusuran. Konsep halal dibangun secara holistik dengan mencakup seluruh aspek yang terlibat dalam proses produksi halal dari hulu hingga hilir.

Demikian dijelaskan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Mastuki. Madzhab Halal Indonesia, kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal ini, terbangun dari gabungan antara madhzab sains dan madzhab fiqih.

“Madzhab sains diterapkan dalam pemeriksaan dan/atau pengujian produk yang dilakukan oleh LPH dengan auditor halal yang profesional. Sedangkan madzhab fiqih berkaitan dengan penetapan fatwa kehalalan produk yang dilaksanakan oleh otoritas ulama yaitu MUI. Dan sebagai administrator dan fasilitator, BPJPH melanjutkan rule yang telah lama diterapkan ini,” ujarnya sebagai narasumber webinar bertema “Titik Kritis Kehalalan Vaksin: Tinjauan Scientific dan Syariat Islam” akhir pekan kemarin.

Dengan menerapkan prinsip ketertelusuran, Mastuki menuturkan, sertifikasi halal menjangkau semua potensi titik kritis proses produksi dari hulu hingga hilir.

“Konsep halal yang holistik ini kita terapkan dengan menjangkau semua potensi titik kritis kehalalan. Mulai dari bahan baku, penggunaan bahan tambahan, proses penyembelihan, proses produksi yang berpotensi terjadi kontaminasi, logistik seperti packaging, transportasi, hingga penyajian produk di pasar,” urainya.

Ia juga menjelaskan, bahan halal adalah hal mendasar yang sangat dibutuhkan dalam proses produk halal. Sehingga, pemenuhan kebutuhan bahan halal bagi industri menjadi sebuah keniscayaan dalam upaya pengembangan ekosistem halal di Indonesia.

Untuk menjawab tantangan ini, riset yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi sangat diperlukan dalam inovasi dan pengembangan bahan halal.

“Bahan halal merupakan salah satu isu penting di dalam halal value chain. Karenanya riset dan berbagai inovasi di perguruan tinggi perlu diarahkan untuk menjawab tantangan dalam pengembangan hahan halal bagi industri kita,” terang Mastuki.

Webinar ini diadakan Halal Research Center Universitas YARSI Jakarta secara virtual (10/04/2021) menghadirkan sejumlah narasumber. Ketua Yayasan YARSI Jurnalis Uddin, Rektor Universitas YARSI Fasli Jalal, Anggota Komisi Fatwa MUI Endi M Astiwara, Kepala Halal Research Center Universitas YARSI Anna P Roswien, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama, dan Kepala Lembaga Penelitian Universitas YARSI Ahmad Rusdan Utomo.*

Rep: SKR
Editor: Muhammad Abdus Syakur

Artikel sebelumyaHakim, Polri dan Pengadilan Bertindak Mewakili Hak Warga
Artikel berikutnyaKemenag: Belum Ada Negara yang Dapat Info Kepastian Haji dari Saudi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here