Tahukah Anda apa saja penyebab dari kemacetan lalu lintas? Jelas, Anda harus tahu dan memahaminya. Secara umum kemacetan adalah tersendatnya hingga berhentinya arus lalu lintas. Umumnya terjadi karena menumpuknya kendaraan di jalan raya. Apa penyebanya? Bagaimana dampak kerugiannya? Bagaimana solusi jangka panjangnya?

Jakarta, 27 Maret 2021 – Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar yang ada di Indonesia, apa lagi jika kota tersebut tak memiliki transportasi publik atau umum serta sistem lalu lintas yang memadai. Bukan hanya itu, kemacetan terjadi juga dapat disebabkan oleh jumlah masyarakat atau penduduk dalam suatu yang begitu padat, misalnya seperti DKI Jakarta. Biasanya kemacetan terjadi di daerah-daerah yang dekat dari fasilitas umum seperti sekolah, pasar, terminal bus, stasiun kereta api, persimpangan kereta api hingga lampu merah (traffic lights). Terjadinya bencana seperti banjir, kecelakaan, kebakaran atau yang lainnya juga dapat menjadi salah satu masalah terjadinya kemacetan di sekitar area yang terdampak. Khususnya di kota besar di Indonesia, apalagi Jakarta, kemacetan lalu lintas hampir setiap hari terjadi. Entah sampai kapan permasalahan ini bisa selesai dialami. Direktur Keamanan dan Keselamatan (DirKamsel) Korlantas Polri Brigjen Pol Chryshnanda Dwilaksana mengatakan, kemacetan semestinya menjadi masalah besar, karena lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan. 

Namun faktanya, kata Chryshnanda, di kota-kota besar di Indonesia sering  dianggap sebagai hal biasa. Dirinya menyebut kalau kemacetan sendiri disebabkan adanya perlambatan, yang disumbang setidaknya oleh 10 faktor. “Sayangnya lagi faktor perlambatan ini hampir tidak pernah dipikirkan solusinya secara holistik atau sistemik. Cara penangananya masih parsial konvensional bahkan manual. Secara strategis dan politis hampir tidak tersentuh,” ujar Chryshnanda.

Sepuluh Faktor Penyumbang Kemacetan

Chryshnanda mengurai sepuluh fkator penyumbang kemacetan itu adalah faktor penyumbang perlambatan pertama, yaitu kapasitas jalan yang tidak memadai. Kepadatan arus lalu lintas tidak pernah dipikirkan berapa persentas  over kapasitas di jalur tersebut. Analisa petugas yang berada di back office, mungkin sama sekali tidak memahami atau mungkin tidak pernah terpikir soal aplikasi digital traffic count untuk mengetahui dan menjawab tingkat kepadatan arus. “Tatkala kepadatan arus sudah melampaui batas maksimal atau potensi terjadinya kemacetan parah, harusnya diambil tindakan pengalihan arus atau setidaknya ada upaya memberi informasi kepada publik, untuk dapat melalui jalan alternatif,” kata Chryshnanda.

Kedua faktor jalan, di mana kondisi jalan yang bottle neck atau terjadi penyempitan, perlu dilakukan upaya-upaya rekayasa untuk menyelesaikannya, atau setidaknya ada tindakan pengaturan untuk mempercepat arus dengan mengatasi faktor perlambatan lainya. “Kemudian ada faktor kerusakan jalan, tikungan, persimpangan sebidang, tanjankkan, traffic light, sistem penerangan jalan, serta berbagai faktor jalan lainnyaya yang menyebabkan para pengemudi mengurangi kecepatannya,” tutur Chryshnanda. Ketiga, faktor kendaraan. Urusan ini, terkadang standar operasional kendaraan sering diabaikan. Saat mobil digunakan, bisa saja pecah ban, patah as, atau tidak memenuhui batas standar kecepatan minimal, over loading dan sebagainya.

“Ini semua menimbulkan perlambatan. Sistem kontrol yang ada untuk me-manage kendaraan yang digunakan berlalu lintas, lagi-lagi belum terintegrasi secara online untuk mengendalikan atau setidaknya bisa menjadi solusi pengurai,” ujar Chryshnanda. Keempat, faktor pengemudi. Mereka yang kelelahan kemudian juga memperlambat kendaraannya. Begitu juga dengan driver yang kurang kompetensi, melakukan pelanggaran dan yang lainnya. Ini semua berdampak terjadinya kemacetan. Kelima, adanya pembangunan jalan. Kondisi ini sangat mempengaruhi terjadinya perlambatan. “Sayangnya belum juga ada standar-standar yang menjadi SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi tingkat perlambatan,” kata Chryshnanda.

Keenam, parkir kendaraan bermotor yang sembarangan. “Inipun sistem-sistemnya masih manual konvensional, bahkan menjadi ajang perebutan sumber daya dan di kelola dengan cara-cara manual,” ucapnya. Ketujuh, sistem-sistem tata ruang perkotaan, yang mengabaikan dampak lalu lintas. Chryshnanda menyebut, kebijakan dan pengaturan tata ruang seringkali dilanggar dan diabaikan. Analisa dan solusinya sebatas  kelengkapan administrasi dan kepentingan seremonial atau supersial. Kedelapan, kebijakan industri dan perdagangan kendaraan bermotor. Antara perindustrian dan perdagangan tidak mau tahu urusan kelancaran berlalu lintas, dengan alasan tenaga kerja atau devisa negara. “Lupa mungkin kalau lalu lintas juga menjadi cermin budaya bangsa,” tutur Chryshnanda.

Kesembilan, sistem angkutan umum yang tidak mampu menjadi ikon kebanggaan bagi seluruh warga. Angkutan umum yang buruk berdampak pada penggunaan kendaraan pribadi. Buruk di sini maksudnya, sistem angkutan masanya tidak  mampu menjangkau atau melayani kebutuhan publik sampai dengan minimal 90 persen atau setidaknya 80 persen. “Belum lagi sistem-sistem pengawasan dan pengaturan pada interchange (simpang susun) yang tidak profesional, sehingga menyebabkan perlambatan,” kata Chryshnanda. Kesepuluh, kesadaran masyarakat yang rendah dari perilaku berlalu lintas yang melanggar, menggunakan jalan atau badan jalan yang bukan untuk lalu lintas.

Dampak Kemacetan Lalu Lintas

Kemacetan lalu lintas yang terjadi dapat membuat Anda akan mengalami berbagai kerugian, salah satunya yakni rugi waktu karena Anda akan berjalan dengan kecepatan yang sangat rendah. Kemudian hal tersebut akan membuat Anda mendapati pemborosan energi, karena melaju dengan kecepatan rendah akan membutuhkan bahan bakar lebih tinggi. Kemacetan juga mampu meningkatkan rasa stres dari pengguna jalan lainnya, tak hanya itu macet juga memberikan dampak buruk bagi alam yang menyebabkan polusi udara. Dan masih banyak lagi dampak kemacetan yang mampu membuat perjalanan Anda menjadi sangat-sangat tidak nyaman.

Isu kemacetan memang sensitif sekaligus seksi ditunggangi untuk persoalan politik. Angka-angka di atas kertas seringkali muncul ihwal kerugian materi dari kemacetan Jabodetabek. Belum lama ini, pada sesi rapat terbatas, Presiden Jokowi bilang berdasarkan hitungan Bappenas, kerugian setiap tahun dari kemacetan di Jabodetabek mencapai Rp 65 triliun. Perubahan perkiraan nilai kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas itu jelas menunjukkan persoalan macet di Jabodetabek semakin serius. Perlu jalan keluar, seperti yang pernah dijanjikan oleh Jokowi sebelum jadi presiden. Biaya BBM Sampai Waktu Terbuang

Menurut Alberto Bull dalam bukunya bertajuk “Traffic Congestion: The Problem and How To Deal With It” (2004:13), tingkat kemacetan lalu lintas di sebagian besar negara terus meningkat, baik negara berkembang maupun non berkembang. Kondisinya pun terindikasi kuat bakal semakin parah pada masa mendatang.  Dengan kondisi tersebut, ancaman terjadinya penurunan kualitas kehidupan di perkotaan agaknya sudah tidak diragukan lagi. Selain bicara kualitas hidup, kemacetan lalu lintas juga menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Hal itu bisa dilihat dari laporan INRIX 2017, selaku lembaga riset dan perusahaan transportasi berbasis di Inggris.

Dalam laporan yang dirilis pada tahun lalu tersebut, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di kota-kota besar di seluruh dunia bisa mencapai miliaran dolar setiap tahunnya, tidak terkecuali Jakarta. Di AS, Kota New York menjadi kota yang paling tinggi menelan angka kerugian ekonomi. Estimasinya mencapai US$33,7 miliar per tahun.

Sementara di posisi kedua, ditempati Los Angeles dengan angka kerugian mencapai US$19,2 miliar per tahun. London menjadi kota di Inggris yang paling banyak menelan angka kerugian akibat macet. Nilai kerugian yang ditimbulkan akibat macet mencapai 9,5 miliar poundsterling atau setara dengan US$12,3 miliar. Dari mana estimasi angka kerugian akibat kemacetan? Untuk laporan INRIX, kerugian akibat macet terdiri dari dua jenis, yakni biaya langsung dan biaya tidak langsung. Untuk biaya langsung, komponen yang dihitung antara lain biaya waktu yang terbuang, biaya tambahan BBM dan biaya sosial akibat emisi kendaraan.

Sementara itu, biaya tidak langsung, umumnya terjadi dalam bentuk kenaikan harga barang/jasa. Dengan kata lain, akibat kemacetan, harga barang/jasa yang dibeli konsumen menjadi lebih besar. Selain INRIX, perhitungan kerugian ekonomi akibat kemacetan juga dilakukan oleh lembaga atau badan lainnya. Bappenas dan Japan Internasional Cooperation Agency (JICA) misalnya, pernah menghitung kerugian ekonomi akibat macet di Jabodetabek. Dalam studi gabungan (PDF) Bappenas dan JICA tersebut, kerugian ekonomi akibat macet diprediksi mencapai Rp65 triliun pada 2020, terdiri dari biaya waktu yang terbuang sebesar Rp36,9 triliun dan tambahan biaya operasi kendaraan sebesar Rp28,1 triliun. Dari studi ini lah, Jokowi mengungkap angka Rp65 triliun soal kerugian kemacetan di Jabodetabek. Selain itu, Universitas Indonesia (UI) juga pernah menghitung kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta. Selain kerugian dari BBM dan waktu yang terbuang percuma, UI juga menghitung kerugian dari sisi kesehatan, dan bisnis angkutan umum.


Solusi Mencegah Kemacetan

Terdapat beberapa langkah untuk mencegah kemacetan ini dapat terjadi, berikut adalah langkah-langkah guna memecahkan permasalahan kemacetan seperti memberikan sanksi tegas jika ada yang melanggar. Lalu Tingkatkan kapasitas persimpangan melalui lampu lalu lintas, persimpangan tidak sebidang atau flyover (jalan layang).

Selain itu dengan mengembangkan inteligent transport system dan melakukan pengubahan sirkulasi lalu lintas menjadi jalan satu arah. Juga mengurangi konflik dipersimpangan melalui pembatasan arus tertentu, biasanya yang paling dominan adalah dengan membatasi arus belok kanan. Solusi lainnya adalah dengan melakukan pelebaran jalan, menambah lajur lalu lintas, jika memungkinkan. Berikutnya dengan membuat kebijakan pembatasan kendaraan pribadi dan memanfaatkan jasa transportasi angkutan umum yang sudah disediakan oleh pemerintah.

Solusi Jangka Panjang

Upaya jangka panjang untuk mengurangi kemacetan dapat dimulai dengan pemasangan traffic light pada jalan-jalan mana yang memiliki potrensi rawan kemacetan, maka diusulkan dengan adanya pemasangan traffic light sehingga kemacetan lalu lintas bisa dihindari. Selanjutnya dengan upaya peningkatan kapasitas jalan dengan memisahkan jenis kendaraan berdasarkan dimensi atau kecepatannya. Misalnya, dilakukan pemisahan jalan antara angkutan umum, sepeda motor dengan mobil pribadi. Diharapkan dengan langkah ini mobil pribadi bisa lancar di jalur yang terpisah dari angkutan umum yang memiliki potensi sering berhenti guna menurunkan atau menaikkan penumpangnya.

Membangun MRT (Mass Rapid Transite). MRT merupakan suatu sistem transportasi perkotaan yang mempunyai 3 kriteria utama yaitu, mass atau daya angkut yang besar, rapid atau waktu tempuh yang cepat serta berfrekuensi tinggi, dan transite atau bisa diartikan berhenti di banyak stasiun di titik utama perkotaan yang ada. Hal ini sudah dilakukan oleh DKI Jakarta dan semoga dapat diikuti oleh kota-kota besar lainnya di Indonesia. Terakhir, menaikkan tarif parkir di pusat perbelanjaan di tengah kota dinaikkan. Ini bertujuan agar masyarakat lebih memilih naik transportasi umum ketimbang pakai kendaraan pribadi. Sehingga volume kendaraan bisa berkurang dan kemacetan bisa dihindari.(EKS/berbagai sumber)

Artikel sebelumyaBenahi Masalah Laka Lantas, Tantangan Korlantas dan Implementasi program ‘Safety Drive’ di Indonesia
Artikel berikutnyaBom Bunuh Diri Di Makassar Nodai Kesucian Malam Nisyfu Sya’ban

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here