Jakarta

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai terlalu tergesa-gesa mencabut izin investasi minuman beralkohol alias minuman keras (miras). Aturan itu semula dimuat di lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan pencabutan tersebut terlalu tergesa-gesa, tanpa memaksimalkan proses sosialisasi.

Kurangnya sosialisasi menimbulkan kesalahpahaman dan penolakan dari beberapa kelompok masyarakat. Padahal, kata dia, kalau mau ditelaah lebih jauh, Perpres tersebut sama sekali tidak mengubah ketentuan mengenai konsumsi dan distribusi minuman beralkohol.

“Pantauan kami di CIPS menemukan bahwa alasan dari pihak yang kontra terhadap kebijakan pembukaan investasi bagi minuman beralkohol ini kebanyakan berlandaskan pada asas moralitas dan ketentuan hukum agama yang melarang konsumsi minuman beralkohol dikarenakan haram,” kata dia dikutip detikcom, Rabu (3/3/2021).

“Padahal, Perpres ini mengatur mengenai investasi bagi produksi minuman beralkohol utamanya di daerah-daerah yang memang memiliki potensi untuk mengembangkan minuman tradisional yang mereka miliki seperti di Sulawesi Utara, NTT, dan Bali. Bahkan kepala daerah di tiga provinsi tersebut menyampaikan keterangan pers yang menyambut baik perpres tersebut,” sambungnya.

Sementara untuk Papua, pihaknya merasa heran kenapa pemerintah menyertakan provinsi tersebut.

“Padahal kerangka regulasi di sana sudah jelas bersifat restriktif terhadap produksi hingga konsumsi minuman beralkohol, tidak seperti di tiga provinsi lainnya,” sebutnya.

Secara terpisah, Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan sebenarnya lampiran Perpres miras tidak perlu dicabut. Pemerintah cukup memperketat implementasinya.

“Mekanisme, prosedurnya itu diatur secara ketat, siapa pembelinya, macam-macam, termasuk distribusinya. Jadi distribusinya saja diperketat,” sebutnya.

Miras lokal sendiri dinilai menjadi daya tarik bagi turis asing ke Indonesia. Oleh karena itu, dia menilai peruntukkannya tinggal diperjelas, serta diklasifikasikan mana yang untuk dikonsumsi pelancong dan untuk warga lokal.

“Jadi miras itu harus digolong-golongkan diklasifikasi, misalnya yang alkoholnya sekian di atas 10% itu khusus yang diperjualbelikan untuk turis, yang di bawah 10% itu baru boleh dikonsumsi orang lokal, misalnya gitu itu bisa,” paparnya.

Tentu saja pemerintah harus menyiapkan sanksi yang tegas agar peredarannya tidak disalahgunakan.

“Pemerintah itu sebenarnya membuat agar sanksinya itu jelas, semisal nanti ada pelanggaran-pelanggaran yang terkait dengan penggolongan-penggolongan tadi dan peruntukan itu tadi, termasuk di dalamnya pelaku-pelaku industrinya,” tambah Trubus.

Tonton video ‘Lika-liku Perpres Investasi Miras dan Lampiran yang Dicabut Jokowi’:

[Gambas:Video 20detik]

(upl/upl)

Artikel sebelumyaUsai Geger Investasi Miras, Jokowi Diminta Tak Bikin Kebijakan ‘Test The Water’
Artikel berikutnyaUsai Jokowi Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras, Aturannya Jadi Bagaimana?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here