Suku Marind di Merauke, Papua mengenal minuman keras lokal (milo) yang dapat membuat mabuk. Minuman ini di wilayah Pasifik Selatan dikenal sebagai kava, sedangkan di Merauke disebut wati.
Kava pertama kali diperkenalkan di dunia oleh Kapten James Cook yang melakukan pelayaran di Pasifik Selatan pada 1777-1779. Saat itu ia dan kru Kapal Endeavour dijamu kava oleh Raja Pulau Tonga.
Di Merauke, wati (Piper methyscum forst) hanya boleh diminum oleh pria dan wanita dewasa Suku Marind, kecuali wanita yang sedang hamil. Oleh Suku Marind, wati diminum saat berlangsung ritual adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut mereka, milo ini disebut sebagai minuman pusaka warisan leluhur.
Cairan wati berwarna hijau kekuning-kuningan rasanya sepintas mirip sabun. Cairan wati diperoleh dengan mengunyah akar dan batang tanaman wati.
Tanaman wati dikunyah selanjutnya dituangkan ke wadah tempurung kelapa. Dalam aturannya, si pengunyah wati haruslah satu keluarga dengan orang yang akan meminumnya.
Menurut kepercayaan Suku Marind, jika wati dikunyah oleh salah satu anggota keluarga akan memperbaiki kondisi kesehatan orang-orang yang meminumnya.
Tanaman wati sebagai minuman mempunyai peranan penting dalam perayaan adat Suku Marind. Wati sendiri terdiri dari lima jenis, yaitu dikoy, palima, kumbilu, sipul dan bapin.
Bapin dinilai paling mematikan, cairan berwarna merah keunguan dan efeknya sangat keras. Jika diminum secara berlebihan maka bisa mematikan syaraf-syaraf peminumnya. Sedangkan palima tidak boleh diminum oleh perempuan karena akan menyebabkan kemandulan.
Satu takaran sloki wati sudah membuat mabuk selama setengah jam. Penglihatan menjadi kabur dan hilang keseimbangan badan. Menurut aturan adat Suku Marind, minum wati hanya diperbolehkan dalam takaran satu tempurung kelapa.
—
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.
Simak Video “Bea Cukai Musnahkan Miras Hingga Rokok Ilegal Senilai Rp 13,89 Miliar“
[Gambas:Video 20detik]
(pin/ddn)