IKROMULMUSLIMIN – Aksi protes Turki dan tolak Swedia untuk bergabung dengan aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memanas. Pasalnya, demonstrasi pekan lalu di kota Stockholm diwarnai dengan pembakaran mushaf Al-Qur’an.
Dalam aksi demonstrasi pada Sabtu (21/1/2023), seorang politikus anti-imigrasi bernama Rasmus Paludan membakar mushaf Al-Qur’an di dekat Kedubes Turki di kota Stockholm. Paludan merupakan pemimpin partai Stram Kurs (Garis Keras) sayap kanan Denmark.
Dalam izin yang diperolehnya dari polisi, dikatakan bahwa protes yang dilakukan Paludan terhadap Islam adalah upaya untuk mengkritik NATO, Turki, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terkait mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia.
Swedia dan Finlandia terkenal mendaftar untuk bergabung dengan NATO tahun lalu setelah Rusia menginvasi Ukraina, dan semua 30 negara anggota harus menyetujui tawaran mereka.
Tetapi Turki mengatakan Swedia khususnya harus terlebih dahulu mengambil sikap yang lebih jelas terhadap teroris, terutama militan Kurdi dan kelompok yang disalahkan atas kudeta 2016.
Demonstrasi yang diorganisir oleh Paludan dan anggotanya memprotes upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO dan menunjukkan dukungan untuk Kurdi. Para demonstran membawa spanduk merah besar dengan teks “Kita semua PKK”, merujuk pada Partai Pekerja Kurdistan, yang dilarang di Turki, Swedia, dan Amerika Serikat.
Paludan, yang juga berkewarganegaraan Swedia, juga pernah menggelar sejumlah demonstrasi di masa lalu dimana dia membakar mushaf Al-Qur’an tersebut. Aksi tersebut langsung meningkatkan ketegangan Swedia dengan Turki, dan membuat geram beberapa negara lainnya.
Baca juga : Teroris Masa Kini Bergerak Melalui Infiltrasi Lembaga
Siapakah Rasmus Paludan?
Berikut informasi yang diketahui tentang Rasmus Paludan politikus sayap kanan Denmark Garis Keras beserta rekam jejak aksinya dari berbagai sumber.
Melansir BBC Indonesia, pada 2017, Rasmus Paludan pria yang kini berusia 40 tahun itu, mendirikan gerakan sayap kanan Denmark bernama Stram Kurs atau Garis Keras. Partai politik gebrakan Paludan ini kerap menyuarakan agenda anti-imigran dan anti-Islam.
Selain itu, Rasmus Paludan juga dikenal sebagai seorang pengacara dan YouTuber dan diketahui pernah dihukum karena kasus penghinaan rasial. Sosok Paludan memang telah dikenal sering melakukan aksi-aksi rasial.
Baca juga : Indonesia dan Australia Perkuat Kerja Sama Penanggulangan Terorisme
Turki Murka
Kementerian Turki mendesak Swedia untuk mengambil tindakan terhadap para pelaku dan mengundang semua negara untuk mengambil langkah nyata melawan Islamofobia.
“Kami mengutuk sekeras mungkin serangan keji terhadap Kitab Suci kami … Mengizinkan tindakan anti-Islam ini, yang menargetkan umat Islam dan menghina nilai-nilai suci kami, dengan kedok kebebasan berekspresi yang sepenuhnya tak bisa diterima,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Turki seperti dikutip dari Reuters.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia memperingatkan Swedia tidak mengharapkan dukungannya untuk bergabung dengan NATO setelah kejadian pembakaran Al-Qur’an tersebut.
“Swedia seharusnya tidak mengharapkan dukungan dari kami untuk NATO,” kata Erdogan dilansir AFP, Selasa (24/1/2023).
“Jelas bahwa mereka yang menyebabkan aib seperti itu di depan kedutaan besar negara kita tidak dapat lagi mengharapkan kebaikan dari kita terkait permohonan mereka untuk menjadi anggota NATO,” tambahnya.
Erdogan berkomentar keras untuk semakin menjauhkan prospek Swedia dan Finlandia bergabung dengan NATO sebelum pemilihan presiden dan parlemen Turki pada Mei mendatang.
Turki dan Hungaria adalah satu-satunya anggota NATO yang tidak meratifikasi keputusan bersejarah negara-negara Nordik untuk mematahkan tradisi non-blok militer mereka dalam menanggapi serangan Rusia ke Ukraina.
Baca juga : Mahfud MD Tegaskan Pemerintah Tidak Anti-Islam
Kecaman dari Banyak Negara
Selain Turki, banyak negara Muslim di dunia mengatakan mereka marah dengan aksi pembakaran Al-Qur’an tersebut. Diantaranya Indonesia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Begitu juga dengan negara-negara Teluk dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
“Tindakan penistaan terhadap kitab suci telah melukai dan menodai toleransi beragama. Kebebasan berekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab,” tulis Kementerian Luar Negeri RI.
Gereja Ortodoks di Rusia melabeli pembakaran Al-Qur’an di Swedia sebagai bentuk vandalisme yang tidak dapat diterima. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Kepala Departemen Sinode untuk Hubungan Gereja dengan Masyarakat dan Media Patriarkat Moskow, Vladimir Legoyda.
Legoyda menjelaskan, perjuangan politik seseorang tidak boleh melintasi batas kemanusiaan dan menyinggung hal-hal suci keagamaan.
“Pembakaran Al-Qur’an di dekat Kedubes Turki di Swedia adalah tindakan vandalisme yang tidak dapat diterima,” ujarnya seperti dikutip dari kantor berita TASS.
Baca juga : Pakar: Undang-undang ‘Anti-Separatisme’ Prancis Bertujuan untuk Melegalkan Islamofobia
Tanggapan Swedia
Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson pun mengecam aksi tersebut sebagai “tindakan yang sangat tidak sopan”. Aksi itu juga meningkatkan ketegangan dengan antara Swedia dan Turki.
“Kebebasan berekspresi adalah bagian mendasar dari demokrasi. Tapi apa yang legal belum tentu sesuai. Membakar buku yang suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat tidak sopan,” tegas Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson dalam cuitannya.
Dia pun bersimpati dan meminta maaf kepada umat Muslim di seluruh dunia. “Saya ingin mengungkapkan simpati saya untuk semua Muslim yang tersinggung dengan apa yang terjadi di Stockholm hari ini,” ucapnya.
Baca juga : MUI Kecam Pembakaran Al-Quran di Swedia