Hidayatullah.com–Masyarakat jahiliyah menjadi topik pembahasan pada kelas ke-9 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta Angkatan 11. Kelas yang dilaksanakan secara daring pada Rabu (31/03/2021) tersebut diampu oleh Ahmad Rofiqi, Lc, M.A, salah satu pengajar di Muhammadiyah Islamic College.

Ahmad menjelaskan bahwa mempelajari masyarakat jahiliyah itu sangat penting. Karena dari materi ini bisa dipahami secara terperinci mengenai amalan-amalan, siapa yang dijadikan panutan, dan bagaimana akhir perjalanan dari masyarakat jahiliyah.

Dengan begitu, menurutnya, akan semakin jelas terlihat perbedaan antara jalan Islam yang benar dengan jalan kaum jahiliyah yang penuh kegelapan.“Kita tidak akan bisa memahami Islam secara sempurna jika tidak paham dengan konsep jahiliyah,” ujar Ahmad.

Ahmad kemudian memaparkan bahwa kata jahiliyah secara bahasa merujuk pada dua makna. Makna pertama adalah ketiadaan ilmu secara kognitif, sedangkan makna yang kedua adalah ketiadaan kelembutan, dimana seseorang kehilangan kendali atas emosi dan keadaan psikisnya.

Kemudian jika dilihat secara istilah, kata jahiliyah biasa merujuk pada keadaan yang dialami oleh bangsa Arab sebelum datangnya Islam. Kendati demikian, Ahmad menegaskan bahwa sifat jahiliyah itu tidak terbatas pada periode maupun wilayah tertentu. Keadaan jahiliyah bisa terjadi kapanpun dan dimanapun.

“Kejahiliyahan adalah kondisi yang bisa terjadi pada masa ini maupun masa depan selama terdapat adanya kejadian yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam,” ujar Ahmad.

Direktur Forum Dai Nusantara tersebut memaparkan 4 istilah jahiliyah dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah jahiliyah pada aspek keimanan, aspek politik/tata negara, aspek moral, dan aspek sosial. Menurutnya, setiap orang atau lembaga berpeluang untuk terjerumus ke dalam salah satu dari aspek jahiliyah tersebut.

“Kita semua sangat berpeluang untuk terjerumus dalam kejahiliyahan. Jadi, penting bagi kita untuk terus membekali diri dengan ilmu dan iman yang benar agar bisa terhindar dari kejahiliyahan,” ungkap Ahmad.

Ia menegaskan bahwa jahiliyah pada hakikatnya berbeda dengan kekufuran. Oleh karena itu, umat perlu hati-hati dalam menggunakan istilah jahiliyah, agar jangan sampai kita menggunakan istilah tersebut untuk mentakfirkan orang lain.

Aldi Alfarizi, salah satu peserta, mengaku terkesan dengan definisi jahiliyah yang dipaparkan oleh pemateri. Menurutnya, materi ini menyadarkannya akan fakta bahwa negara Indonesia ini masih perlu berbenah untuk membentuk peradaban yang maju dan islami.

“Yang perlu dilakukan untuk merubah keadaan ini tentunya harus dimulai dari diri sendiri dahulu, kemudian barulah kita masuk ke entitas yang lebih besar dimana kita bisa berkontribusi,” ujar Aldi. Selain itu, ketika kita disinggung tentang kontribusi kelembagaan, alumnus Universitas Indonesia itu berpendapat bahwa kolaborasi antar lembaga sangat diperlukan dalam proses perbaikan masyarakat.*/ Muhammad Pasya Fitra Paligie

Rep: Ahmad
Editor: Insan Kamil

Artikel sebelumyaDari Pembubaran Hingga Tuduhan Teroris Bagi FPI
Artikel berikutnyaPandir dan Dungu, Tidak Ada Korelasi dengan Titel yang Disandang: Sidang Habib Rizieq Mengajarkan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here