Moderasi Beragama
Moderasi Beragama

Kekerasan yang terjadi atas nama agama telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh masyarakat global saat ini. Di berbagai belahan dunia, konflik yang dipicu oleh perbedaan keyakinan telah merusak tatanan sosial, menciptakan trauma, dan memecah belah komunitas yang seharusnya hidup dalam harmoni. 

Indonesia, sebagai negara dengan keragaman agama yang luas, tidak terlepas dari ancaman kekerasan yang dilakukan atas nama agama. Namun, di tengah kompleksitas ini, moderasi beragama muncul sebagai solusi penting yang tidak hanya menolak kekerasan, tetapi juga mendorong terciptanya masyarakat yang damai dan saling menghargai.

Dr. Ali Mochtar Ngabalin, seorang tokoh yang gigih memperjuangkan moderasi beragama, telah menunjukkan melalui kiprahnya bahwa kekerasan dalam praktik keagamaan tidak sejalan dengan ajaran agama mana pun.

 Pengukuhan beliau sebagai Guru Besar di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan, pada tahun 2024, menegaskan bahwa moderasi beragama harus menjadi fondasi dalam membangun masyarakat yang damai.

Moderasi beragama adalah pendekatan yang menekankan keseimbangan dalam beragama, dengan tujuan menjaga kedamaian dan harmoni dalam masyarakat yang beragam. Moderasi beragama menolak segala bentuk ekstremisme, termasuk kekerasan yang dilakukan atas nama agama. 

Esensinya, moderasi beragama mengajarkan bahwa agama adalah alat untuk mencapai kedamaian, bukan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan. Dalam masyarakat yang plural, moderasi beragama menjadi alat penting untuk mencegah munculnya sikap ekstrem yang merusak kohesi sosial.

Kekerasan dalam praktik keagamaan sering kali muncul dari interpretasi yang sempit dan radikal terhadap ajaran agama. Kelompok-kelompok ekstremis cenderung memonopoli kebenaran dan menganggap bahwa pandangan atau keyakinan mereka adalah satu-satunya yang benar. 

Dalam pandangan ini, mereka merasa berhak menggunakan kekerasan untuk mempertahankan keyakinan atau memaksakan pandangan mereka kepada orang lain. Namun, moderasi beragama mengajarkan bahwa perbedaan dalam beragama adalah sesuatu yang alami dan harus dihormati. 

Sebagai contoh, dalam ajaran Islam, konsep “rahmatan lil ‘alamin” (rahmat bagi semesta alam) menggarisbawahi pentingnya membawa kedamaian dan rahmat bagi semua makhluk hidup, tanpa memandang perbedaan agama atau keyakinan.

Dr. Ali Mochtar Ngabalin, dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar, menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai solusi untuk menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama. Menurut beliau, kekerasan yang terjadi atas nama agama sering kali berasal dari pemahaman yang salah terhadap ajaran agama itu sendiri. 

Dr. Ngabalin menjelaskan bahwa dengan memperkuat pemahaman moderat tentang agama, kita dapat mencegah radikalisasi yang sering kali menjadi akar kekerasan. Beliau menekankan pentingnya pendidikan agama yang moderat sebagai cara untuk memastikan bahwa generasi muda memahami agama sebagai sumber kedamaian, bukan konflik.

Menanamkan Nilai-Nilai Moderat untuk Mencegah Kekerasan

Salah satu cara paling efektif untuk mencegah kekerasan dalam praktik keagamaan adalah dengan menanamkan nilai-nilai moderat dalam kehidupan sehari-hari. Moderasi beragama tidak hanya berbicara tentang menghindari ekstremisme dalam keyakinan, tetapi juga tentang bagaimana menerapkan ajaran agama dengan cara yang inklusif, toleran, dan damai. 

Pendidikan menjadi kunci dalam upaya ini, di mana generasi muda dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya moderasi dalam beragama.

Pendidikan moderasi beragama harus dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di tempat ibadah. Di sekolah-sekolah, kurikulum yang mengajarkan moderasi beragama harus dirancang sedemikian rupa sehingga siswa tidak hanya belajar tentang agama mereka sendiri, tetapi juga diajarkan untuk memahami dan menghargai agama lain. 

Dalam konteks ini, pendidikan moderasi beragama akan membantu siswa untuk tumbuh menjadi individu yang lebih terbuka terhadap perbedaan dan lebih menghargai keberagaman.

Dr. Ngabalin telah lama menjadi advokat untuk pentingnya pendidikan dalam mempromosikan moderasi beragama. Beliau percaya bahwa dengan memberikan pendidikan yang baik, kita dapat membangun generasi yang lebih toleran, yang mampu menghargai perbedaan tanpa merasa terancam oleh keyakinan orang lain. 

Dalam banyak kesempatan, beliau menekankan bahwa sikap moderat dalam beragama tidak berarti mengorbankan prinsip-prinsip agama, tetapi justru memperkuatnya dengan cara yang lebih inklusif dan damai.

Selain pendidikan di sekolah, tempat ibadah juga memainkan peran penting dalam menanamkan nilai-nilai moderasi. Para pemimpin agama memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa ajaran agama yang mereka sampaikan tidak digunakan untuk membenarkan kekerasan.

 Sebaliknya, mereka harus mempromosikan dialog, toleransi, dan kedamaian sebagai inti dari ajaran agama. Dr. Ngabalin, dalam perannya sebagai tokoh agama dan intelektual, selalu menekankan pentingnya peran pemimpin agama dalam mencegah radikalisasi dan mempromosikan moderasi beragama.

Menghindari Ekstremisme dalam Kehidupan Keagamaan

Ekstremisme agama merupakan salah satu ancaman terbesar bagi perdamaian dan stabilitas sosial. Ekstremisme adalah sikap yang menolak dialog dan menempatkan satu kelompok di atas kelompok lain, sering kali dengan membenarkan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan keyakinan. 

Moderasi beragama menolak segala bentuk ekstremisme ini, baik dalam bentuk tindakan maupun pemikiran. Dengan menanamkan nilai-nilai moderat, kita dapat mencegah munculnya kelompok-kelompok radikal yang menggunakan agama sebagai alasan untuk melakukan kekerasan.

Dalam dunia modern, ekstremisme agama sering kali diperparah oleh penyebaran narasi kebencian melalui media sosial dan internet. Platform digital yang tidak diatur dengan baik sering kali menjadi ladang subur bagi penyebaran ideologi ekstremis. 

Moderasi beragama, dalam hal ini, harus diterapkan tidak hanya dalam kehidupan nyata, tetapi juga dalam dunia maya. Pendidikan literasi digital yang menyertakan moderasi beragama dapat membantu masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih kritis terhadap informasi yang mereka terima dan menghindari pengaruh ideologi ekstremis yang memicu kekerasan.

Moderasi beragama juga harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial. Masyarakat harus didorong untuk selalu memilih jalan dialog dan kerjasama daripada konflik dan kekerasan. Dalam konteks ini, toleransi menjadi nilai yang sangat penting. Toleransi berarti menghormati hak orang lain untuk memiliki keyakinan yang berbeda dan tidak merasa terancam oleh perbedaan tersebut. 

Dr. Ngabalin selalu menekankan bahwa toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan di mana perbedaan tersebut dihormati dan dihargai.

Dialog Antaragama sebagai Cara Menolak Kekerasan

Dialog antaragama adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah kekerasan dalam praktik keagamaan. Melalui dialog, umat beragama dapat saling mengenal, memahami, dan menghargai perbedaan yang ada di antara mereka. Dialog juga memungkinkan terciptanya ruang untuk saling belajar dan memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin timbul akibat stereotip dan prasangka.

Moderasi beragama mendorong dialog sebagai jalan untuk mencegah konflik dan kekerasan. Dialog antaragama harus dilakukan dalam semangat saling menghargai dan menghormati keyakinan masing-masing. 

Dr. Ngabalin, dalam banyak kesempatan, selalu menyerukan pentingnya dialog antaragama sebagai cara untuk membangun kepercayaan dan saling menghargai. Beliau percaya bahwa dengan membuka ruang dialog yang lebih luas, umat beragama dapat mengatasi perbedaan mereka tanpa perlu menggunakan kekerasan. Dialog bukan hanya tentang bertukar pikiran, tetapi juga tentang membangun hubungan yang lebih erat dan damai di antara berbagai kelompok agama.

Peran Pemerintah dalam Mencegah Kekerasan Atas Nama Agama

Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung moderasi beragama dan menolak kekerasan atas nama agama. 

Kebijakan nasional yang berfokus pada penguatan moderasi beragama, seperti Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama, menunjukkan komitmen pemerintah untuk mencegah ekstremisme dan radikalisme di Indonesia. Perpres ini menekankan bahwa moderasi beragama harus menjadi pendekatan utama dalam menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia.

Dalam konteks ini, pemerintah harus bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk pemimpin agama, organisasi kemasyarakatan, dan media, untuk menyebarkan pesan damai dan menolak segala bentuk kekerasan. 

Pemerintah juga perlu memastikan bahwa undang-undang yang melarang kekerasan atas nama agama ditegakkan secara tegas, serta mendorong dialog antaragama sebagai cara untuk menyelesaikan konflik dan mencegah kekerasan.

Moderasi beragama mengajarkan kita bahwa kekerasan tidak pernah bisa dibenarkan atas nama agama. Semua agama, pada intinya, mengajarkan kedamaian, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama manusia. 

Dengan menanamkan nilai-nilai moderasi beragama, kita dapat menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan atas nama agama dan mencegah munculnya ekstremisme di masyarakat. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, melalui pengukuhannya sebagai Guru Besar dan perannya sebagai tokoh agama, terus mempromosikan pentingnya moderasi beragama dalam menciptakan masyarakat yang damai dan saling menghargai.

Dengan mendukung pendidikan moderasi beragama, memperkuat kebijakan yang mendukung kerukunan umat, dan mendorong dialog antaragama, kita dapat membangun masyarakat yang tidak hanya menolak kekerasan, tetapi juga menghargai perbedaan sebagai sumber kekuatan yang memperkaya kehidupan berbangsa dan bernegara.

Moderasi beragama adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih damai dan harmonis, di mana perbedaan keyakinan dihormati dan kekerasan tidak lagi menjadi bagian dari kehidupan kita.

Penulis: Dian Purwanto

Artikel sebelumyaPelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming #BerharapuntukIndonesia
Artikel berikutnyaSuswono Tersandung Kasus Dugaan Penistaan Agama

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here