Melihat apa yang mereka lakukan untuk balas dendam di masa lalu juga tampak bisa dianggap sebagai suatu kemungkinan besar. Ingat bahwa dua orang yang ditembak mati di Makassar juga adalah pelaku bom di gereja Katolik di pulau Jolo Filipina sebelumnya. Pola balas dendam sudah berkali-kali dilakukan, misalnya serangan bom di Surabaya yang dilakukan sebagai balas dendam atas penangkapan pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurrahman (2018). Jadi tidak mustahil yang terjadi di Sulawesi Selatan tidak berbeda, meskipun sebenarnya masih menunggu adanya pernyataan bertanggungjawab dari JAD sendiri.
Jakarta, 28 March 2021. Kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dilahirkan pada sekitar Oktober 2014 yang diprakarsai oleh Aman Abdurrahman yang saat itu tengah ditahan di Lapas Kembang Kuning, Nusakambangan karena partisipasinya dalam latihan para militer yang digelar di Jantho Aceh. Pendiriannya dapat dipahami dalam konteks di mana pada Juni 2014 Daulah Islamiyah ISIS pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi sebagai kekuatan Suriah dan Irak diproklamirkan. Kelahirananya telah menginspirasi kelompok garis keras di Indonesia. Sebelumnya Aman pernah dipidana pada 2004 karena membuat rakitan bom Cimanggis, Depok. Pada waktu itu dia masih tergabung pada kelompok Tauhid wal Jihad. Kemudian ia diketahui sempat mendukung kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) saat terlibat pada kasus di Aceh. Baru kemudian dia sendiri mendirikan JAD.
JAD artinya jamaah pendukung daulah (dalam hal ini daulah ISIS). Aman kemudian menunjuk Marwan alias Abu Musa sebagai amir JAD dan Zainal Anshori sebagai amir JAD wilayah Jawa Timur. Aman bercita-cita untuk menjadikan JAD sebagai rumah bagi para pendukung ISIS di Indonesia dari berbagai organisasi. JAD juga mempersiapkan kedatangan Khilafah Islamiya, dan ikut memfasilitasi mereka yang hendak berjihad ke Suriah dan Iraq. Marwan kemudian meninggalkan Indonesia, pergi ke Suriah, sedangkan Zainal tertangkap. Aman memerintahkan pendukungnya kemudian, untuk berkumpul membuat dauroh di Batu Malang pada November 2015.
Dauroh tiga hari itu dihadiri oleh perwakilan JAD dari 30 wilayah di Indonesia. Meski sedang di penjara, Aman dianggap ‘hadir’ dalam pertemuan lewat sambungan telepon. Pada kesempatan itu, ia memerintahkan anak buahnya mempersiapkan amaliah dan jihad untuk Indonesia. Inilah momen awal dimana JAD akan menjadi sel teror paling aktif dan paling banyak melakukan aksi dan persiapan teror di Indonesia pada masa-masa kemudian. JAD hadir sebagai kekuatan baru untuk “mengalahkan” kelompok teror yang sebelumnya ada, yakni JAT (Jamaah Ansharut Tauhid), Jamaah Islamiah (JI) serta Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Pola serangan teror JAD dikenal random dan tidak lagi mengikuti “pakem”. Apa saja akan disasar, apakah institusi gereja, polisi, atau merupakan fasilitas umum. Serangan bom Thamrin Jakarta dan gereja Samarinda (2016), serta tiga serangan lainnya pada 2017 (bom terminal Kampung Melayu, penusukan polisi di Mapolda Sumut dan penembakan polisi di Bima NTB) merupakah hasil kerja JAD. Aman akhirnya dipidana kembali atas keterlibatannya dalam rangkaian aksi teror maut tersebu divonis hukuman mati pada Juni 2018 oleh hakim PN Jakarta Selatan.
JAD menjadi organisasi terlarang
Setelah penjatuhan vonis, JAD dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Siapapun yang terdaftar atau tergabung di dalamnya berpotensi dipidanakan. Pada 2018 anggota JAD kembali melakukan bom bunuh diri di tiga tempat, gereja di Surabaya, di rumah susun, dan di Polrestabes Surabaya. Pelaku bom bunuh diri adalah ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Di Pandeglang anggota JAD Abu Rara mengajak istrinya melakukan bom pula. Dalam kasus bom Sibolga. Solimah, istrinya itu memilih melawan, mati meledakan diri bersama anak-anaknya meski suami memintanya menyerah. Kasus ledakan bom bunuh diri di gereja di Filipina pada Juli 2019 dilakukan adalah pasangan suami istri asal Sulawesi Selatan anggota JAD bernama Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh. Korbannya juga tidak sedikit.
Teror model baru
Menurut eks anggota Jamaah Islamiyah Ramli alias Iqbal Hussaini alias Adrian Alamsyah alias Rian alias Rambo, pelaku teror JAD tampak lebih berani dibanding teror sebelumnya. Bahkan beberapa aksi dilakukan secara spontan. Dari sisi teknis lapangan,pelaksanaan amaliah juga berbeda. Pelakunya malah membawa ID dan nama asli. Keberanian ini karena semuanya serba instan hingga pemahaman merekapun instan dan diikuti oleh serangan instan.
Menurut Ali Fauzi. adik tiri trio terpidana Bom Bali 2002 (Mukhlas, Amrozi, dan Ali Imron), sebagai eks anggota JI, rekrutmen dulnya masih secara manual. “Dulu itu harus face to face, manual, berbaiat langsung. Jalur rekrutmen adalah melalui jalur keluarga, darah, sekolah atau pengajian yang sama.” Katanya. “Tapi Sekarang caranya sudah digital. Melalui FB, instagram, telegram, dan kalau perlu tak perlu ketemu,” jelasnya.
Dari sisi amaliah begitu pula. Di masa lalu semua diperhitungkan secara cermat. Perlu dilakukan survei, dan persiapan membuat bom mobil, bom rompi, hingga mencari calon ‘pengantin’ yang siap mati bunuh diri. “Kalau saat ini tidak rumit. Bila tertarik bisa gabung. Makanya dari skala serangan lebih sering, lebih ecek-ecek misalnya bisa pakai pisau, pakai golok, tapi di sisi lain sebenarnya lebih berbahaya karena sulit untuk dideteksi. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi BNPT, Densus dan kita,” katanya.
Bahaya lain karena tidak ada proses kaderisasi yang matang. Dtruktur organisasi JAD tidak jelas. Bahkan seorang suami bisa mengangkat dirinya jadi amir jaringan dan memerintahkan istrinya sendiri. “Itu sebabnya ada kasus bom bunuh diri sekeluarga di Surabaya, Sibolga atau Menes yang mengajak istri. Serangan di Menes bukan sekadar serangan kecil tapi serangan atas simbol negara karena menyerang Menteri senior,” Mengapa masih ada pendukung daulah (JAD) saat ISIS sudah hancur?
Bagi pendukung ISIS, secara ideologi daulah ISIS masih ada atau belum dalam posisi kalah. Ini sama seperti yang dialami oleh para pendukung NII dulu. Kartosuwiryo bisa mati, tapi ideologinya tetap hidup.” Pengamat terorisme Al-Chaidar mengatakan bahwa kekuatan kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD) selalu amat kuat di Indonesia karena memiliki 34 ribu anggota yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. “Kelompok yang berafiliasi dengan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) itu terus berusaha ingin menunjukkan eksistensinya,” jelasnya.
“Karena kumlah sudah sangat banyak di seluruh provinsi. Maka aksi-aksi teror JAD terjadi di banyak daerah. Jangan sampai ini disepelekan atau dianggap remeh,” Basis kelompok JAD paling pernah besar ada di Bekasi, Surabaya, Solo, Cirebon, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat dam Bandung. Anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) umumnya berusia 50 tahun ke bawah atau banyak yang berusia produktif. Sebelumnya malah ada yang dari kalangan mahasiswa.
Upaya Densus 88 dan peta kekuatan mereka
Sejak penusukan terhadap Wiranto, hampir setiap hari Tim Detasemen Khusus Densus 88 Antiteror menangkapi terduga teroris di banyak wilayah. Polres Kota Surakarta memperketat pengamanan sejumlah tempat vital terkait adanya rencana serangan bom bunuh diri kelompok terorisme di Solo oleh kelompok Abu Zee dan kawan-kawan, kata Kepala Polresta Surakarta AKBP Andy Rifai. Rencana bom bunuh diri mereka berhasil terungkap berdasarkan pemeriksaan pasukan Densus 88 Antiteror Mabes Polri.
Brigjen Dedi Prasetyo pernah mengatakan penangkapan Syahrial Alamsyah (SA) alias Abu Rara, yang melakukan penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto telah menguak jaringan kelompok JAD di berbagai wilayah serta rencana-rencana aksi teror mereka. Jaringan JAD Bekasi pimpinan Abu Zee yang menaungi Abu Rara diketahui merencanakan melancarkan serangan teror di Yogyakarta dan Solo. Kelompok JAD cabang Jawa Barat sempat merencanakan aksi teror dengan sasaran kantor polisi dan rumah ibadah di Cirebon dan Bandung. Namun Densus 88 Antiteror telah bergerak cepat dan menangkap 11 tersangka teroris tersebut.
“Bomnya sudah siap dan ada bom yang cukup canggih teknologinya, LT sudah dipersiapkan sebagai society bomber,” ujar Dedi Prasetyo di Mabes Polri Jakarta. Dedi mengatakan kelompok itu menargetkan tempat ibadah dan Mako Polri di Cirebon sebagai sasaran pemboman. Sementara di Bandung, Jawa Barat, Densus berhasil meringkus DP dan MNA, setelah sebelumnya empat tersangka lain yakni MRM, AA, JJ dan N sudah berhasil ditangkap.
Hasil pemeriksaan mereka memperlihatkan bahwa para anggota JAD Bandung telah merencanakan melakukan aksi teror di tempat ibadah dan Mako Polri di Bandung. Densus 88 sejak itu terus bergerak melakukan upaya mitigasi secara maksimal untuk mencegah terjadinya aksi terorisme di beberapa wilayah.
Harus tetap diwaspadai
Aksi-aksi teror mereka daerah-daerah yang banyak sudah terjadi itu, jangan sampai disepelekan atau dianggap remeh. Anggota JAD di Jabar terbukti telah terkait dengan bom Medan, kata Kapolres Cirebon Ajun Komisaris besar Roland Ronaldy. Donatur mereka juga luas sampai Malaysia. Di Lampung dan Tegal dijumpai pula sejumla anggota JAD yang kemudian berhasil diamanankan pada 2019. Di Kalimantan, Densus melakukan penangkapan di 3 wilayah seperti Pontianak, Singkawang dan Kubu Raya. “Tiga terduga teroris berinisial RE (28), M (20), dan MR (27) langsung ditangkap.” Kata Kabid Humas Polda Kalbar Komisaris Besar Donny Charles Go, di Pontianak, 17 Februari 2021 lalu.
Dibubarkan dan penangkapan JAD di Sulsel
JAD dibubarkan berdasarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2018. namun, berkaca dari aksi teror yang mereka lalukan sebelumnya, pembubaran JAD dan penahanan sejumlah pemimpinnya terbukti tidak akan melumpuhkan aktivitas anggotanya yang masih ada dan tersebar di penjuru negeri. Polda Sulsel pada Januari yang baru lalu menyatakan dan memastikan keamanan seluruh wilayah Sulawesi Selatan terjamin, usai penangkapan 20 terduga teroris Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di tiga kabupaten dan kota di propinsi Sulawesi Selatan oleh Densus 88 bekerjsama dengan Polda Sulsel. Pembubaran JAD diangap telah memudahkan pihak Densus untuk melakukan penangkapan terhadap mereka.
Kelompok Makasar ini sebenarnya sudah lama dipantau yakni sejak 2015 karena aktivitas latihan tembak dan naik gunung. Kelompok mereka sudah dipetakan Polri, kata Brigjen Mohammad Iqbal sehingga mereka yang terkoneksi, terbukti, niat diamankan. Penangkapan anggota jaringan teroris terlarang di tiga wilayah kota atau kabupaten di Sulsel itu dilakukan serentak. Khusus di Makassar, dua terduga teroris M Rizaldi (45) dan Sanjai Ajis (22) ditembak mati lantaran melawan pakai senapan dan parang saat hendak ditangkap. Keduanya juga terlibat pengiriman dana kepada pelaku bom bunuh diri di gereja Katedral di Jolo, Filipina, pada bulan Agustus 2020 lalu. Selain itu, keduanya bersama beberapa warga lainnya rutin melakukan latihan tembak dan naik gunung sejak bulan Oktober 2020.
Dua orang itu diketahui tinggal di Villa Mutiara Cluster Biru MR dan SA. Beberapa terduga teroris lainnya, juga diamankan di kel Sudiang Raya, kec Biringkanaya, Talllo, Makssar. Penangkapan di kec Somba Opu Gowa, dan di Desa Taulo Kec Alla Kabupaten Enrekang. Kemudian diketahui bahwa 19 dari 23 orang anggota JAD ternyata juga anggota FPI yang sudah dibubarkan pula, dan 3 di antaranya perempuan. Pihak kepolisian dan Densus 88 telah berhati-hati dalam penangkapan dengan berdasarkan penuelidikan secara digital untuk aksi pencegahan. Perwakilan Tim Densus 88 Brigjen Ibnu Suhendra mengatakan, total 20 terduga teroris yang diamankan tidak termasuk keluarga mereka, seperti anak dan istri.
Keluarga yang diamankan hanya menjalani pemeriksaan penyidik karena mereka bersama tersangka saat ditangkap. Sulsel menurut Zulpan masih terbilang aman dari radikalisme dan intoleran kelompok ekstrimis JAD katanya. Meski demikian warga diminta melaporkan bila ada hal-hal yang mencurigakan. Misalnya kos-kosan yang penghuninya jarang pulang. Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan keberadaan terduga teroris JAD di wilayah Sulsel. Apalagi pentolannya sudah ditangkap polisi.Yang terafiliasi JAD akan ditindak tegas secara hukum UU No 5 /2018 tentang pemberantasan terorisme. Selain menangka[ 19 orang teroris jaringan JAD di Kota Makassar, Sulsel, tim Densus AT 88 juga menangkap 7 orang teroris di Provinsi Gorontalo.
Penangkapan tersebut, menambah jumlah jaringan teroris JAD dari Sulsel dan Gorontalo menjadi 26 orang. 26 terduga teroris yang diringkus anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di dua wilayah yaitu Makassar (Sulawesi Selatan) dan Gorontalo, kemudian diterbangkan dengan menggunakan pesawat Lionair dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, pada 4/2/202.
Pelaku bom Makassar adalah JAD?
Al Chaidar menganggap aksi Bom Bunuh Diri Makasar ini diduga dilakukan JAD (Republika, 28 Mar 2021). Ini menurutnya berkaitan dengan ditangkapnya sebanyak 19 tersangka kasus terorisme jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) oleh Tim Densus 88 Antiteror di Makassar yang diberangkatkan ke Jakart (4/2/2021) lalu untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Tindakan bom bunuh diri itu dilakukan sebagai aksi balas dendam karena anggotanya ditangkap dan ditembak polisi bulan Februari silam.
”Jadi bom bunuh diri diduga dilakukan oleh Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Makassar. Mereka marah dan putus asa karena sebanyak 20 orang anggotanya telah ditangkap dan dua orang diantaraanya ditembak polisi densus 88 hingga tewas. Jadi ini aksi bunuh dari balas dendam,” katanya (28/3). Menurutnya, karena tahu akan ditangkap dan terbuka kemungkinan akan ditembak mati, maka mereka memutuskan memilih menyerang dengan aksi bunuh diri. Mereka sepertinya sudah sampai kesimpulan ke sana.
”Adanya aksi bunuh diri ini jelas akan sangat berbahaya. Pemerintah terlihat tidak tegas menangani teroris karena semuanya diserahkan kepada polisi. Melihat apa yang mereka lakukan untuk balas dendam di masa lalu juga tampak bisa dianggap sebagai suatu kemungkinan besar. Ingat bahwa dua orang yang ditembak mati di Makassar juga adalah pelaku bom di gereja Katolik di pulau Jolo Filipina sebelumnya. Pola balas dendam sudah berkali-kali dilakukan, misalnya serangan bom di Surabaya yang dilakukan sebagai balas dendam atas penangkapan pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Aman Abdurrahman (2018).
Jadi tidak mustahil yang terjadi di Sulawesi Selatan tidak berbeda, meskipun sebenarnya masih menunggu adanya pernyataan bertanggungjawab dari JAD sendiri. Lebih jauh lagi, pasca kejadian bom di Medan baik Sibolga maupun penyerangan kantor di Mapolda Sumut terbukti bahwa anggota JAD. Merasa terusik dan merasa terganggu sehingga melakukan upaya balas dendam. Demikian penjelasan kata, Brigjen Dedi Prasetyo. Sebanyak 46 tersangka terorisme pascaaksi bom bunuh diri di Mapolresta Medan itu. ditangkapi di Sumatera Utara, Aceh, Jawa dan Kalimantan. Jumlah JAD Makassar kini menurutnya hanya tersisa sekitar tujuh orang. aksi bunuh diri ini jelas memberi pesan bahwa mereka siap memberikan perlawanan. Al Chaidar percaya bahwa di Sulawesi masih ada sel teror Jamaah Islamiyah yakni Jamaah Ansharut Khilafah (JAK) yang berafliasi ke ISIS yang berbahaya. Bagaimana situasi kita tunggu saja dalam beberapa waktu ke depan. (Isk – dari berbagai sumber)